Teori Penggunaan & Kepuasan (uses & gratifications theory)
Ari Yusmindarsih, M.I., KOM
Teori ini merupakan salah satu teori yang paling populer dalam studi komunikasi massa.
Teori ini fokus pada audien sebagai konsumen media massa dan bukan pada pesan yang disampaikan.
Pemilihan media menjadi lebih kompleks karena bertambahnya media baru seperti situs internet, video games, DVD, pemutar MP3, dll. Kita sebagai khalayak dituntut untuk dapat mengambil keputusan memilih media yang tepat.
Pendekatan uses and gratifications adalah sebuah pendekatan untuk memahami mengapa khalayak secara aktif mencari media yang khusus yang dapat memenuhi kebutuhan khalayak. Pendekatan uses and gratifications merupakan salah satu pendekatan untuk memahami komunikasi massa yang berpusat pada khalayak.
Herta Herzog (1944) memulai kajiannya tentang uses and gratifications dengan melakukan klasifikasi mengapa khalayak memilih media yang khusus. Ia melakukan wawancara terhadap penggemar opera sabun dan mengidentifikasi tiga macam gratifikasi, yaitu emosi, pembelajaran, dan wishful thinking. Pendekatan uses and gratifications mengalami masa keemasannya pada akhir tahun 1950an hingga 1970an ketika televisi berkembang dengan pesat.
Kajian uses and gratifications meliputi :
- Alokasi waktu pada media yang berbeda,
- Hubungan antara penggunaan media dengan penggunaan waktu untuk kegiatan yang lain,
- Hubungan antara penggunaan media dengan penyesuaian diri dan hubungan sosial,
- Fungsi media yang berbeda atau tipe isi, dan
- Berbagai alasan penggunaan media massa (McQuail dalam Juhi, 1988 : 85)
Pendekatan uses and gratifications memiliki lima asumsi dasar (Rakhmat, 2001 : 205) :
- Khalayak dianggap aktif dan penggunaan media massa diasumsikan memiliki tujuan.
- Dalam proses komunikasi massa, inisiatif lebih banyak berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.
- Media massa berkompetisi dengan sumber-sumber lainnya untuk memuaskan kebutuhannya.
- Tujuan penggunaan media massa dapat disimpulkan dari data yang disediakan oleh anggota khalayak.
- Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak.
Elihu Katz, Jay G. Blumler, dan Michael Gurevitch (1974), menjelaskan cakupan pendekatan uses and gratifications meliputi :
Asal usul kebutuhan.
- Kebutuhan sosial dan psikologis.
- Pengharapan yang timbul akibat kebutuhan sosial dan psikologis.
- Media massa atau sumber-sumber lainnya yang digunakan.
- Perbedaan pola terpaan media akibat keterlibatan dalam aktivitas lain.
- Timbulnya pemenuhan kebutuhan.
- Timbulnya akibat-akibat yang mungkin tidak direncanakan.
Menurut Jay G. Blumler (1979) yang dimaksud dengan khalayak yang aktif dalam pendekatan uses and gratifications adalah aktif dalam :
- Utility atau penggunaan – media digunakan khalayak dan khalayak dapat menempatkan media ke dalam berbagai fungsi penggunaan
- Intentionally atau kesengajaan – motivasi utama khalayak dalam mengkonsumsi isi media
- Selectivity atau selektivitas – penggunaan media oleh anggota khalayak merefleksikan adanya minat dan preferensi
- Imperviousness to influence atau ketahanan terhadap pengaruh – anggota khalayak membentuk arti sendiri terhadap isi yang kemudian mempengaruhi apa yang ia pikirkan dan lakukan. Mereka dapat menghindari berbagai macam pengaruh media
McQuail, Jay G. Blumler, dan Joseph Brown menggambarkan interaksi media dengan khalayak ke dalam suatu model guna mengklasifikasikan 4 (empat) gratifikasi media yang penting yaitu :
- Pengalihan (diversion) – lari dari rutinitas sehari-hari atau masalah yang dihadapi sehari-hari.
- Hubungan pribadi (personal relationship) – menggunakan media untuk menjalin pertemanan.
- Identitas pribadi atau psikologi individual (personal identity or individual psychology) – mencari media untuk menguatkan nilai-nilai individu.
- Pengawaan (surveillance) – mencari informasi untuk membantu seorang individu mencapai sesuatu.
Elihu Katz, Michael Gurevitch, dan Hadassah Hass mengembangkan 35 macam kebutuhan yang diperoleh dari fungsi sosial dan psikologis media massa dan menempatkannnya kedalam 5 (lima) kategori, yaitu :
- Kognitif (Cognitive), yang meliputi informasi atau pengetahuan.
- Afektif (Affective), yang mencakup emosi, kesenangan, perasaan.
- Integrasi pribadi (Personal integrative), meliputi peningkatan status atau kredibilitas.
- Integrasi sosial (Social integrative), misalnya interaksi antara anggota keluarga dan teman.
- Melepaskan tegangan (Tension release), misalnya pelarian.
TEORI KULTIVASI -
Gerbner: komunikasi massa, terutama televisi, membudidayakan kepercayaan tertentu mengenai realitas yang dipegang dalam konsumen komunikasi massa.
Teori ini memprediksi dan menjelaskan formasi serta pembentukan,persepsi,pemahaman, dan kepercayaan jangka panjang mengenai dunia sebagai hasil konsumsi pesan media.
CULTIVATION THEORY dibangun sebagai respon kepada kepercayaan mengenai efek terbatas terhadap media yang mendominasi pemikiran saat itu.
ASUMSI:
1.Televisi memiliki perbedaan yang sangat penting dan mendasar daripada bentuk media massa lainnya.
Televisi adalah medium satu-satunya yang diciptakan tak lekang waktu,bahwa orang-orang dari beragam jenis usia dapat menggunakannya,dari awal kehidupan sampai usia lanjut. (Gerbner,Gross,Jakson-Beeck,Jeffries-Fox & Signorelli,1978,hal.178).
2.Televisi membentuk cara berpikir dan relasi dalam masyarakat kita.
Teori ini mengasumsikan bahwa menonton televisi dengan materi kekerasan akan membuat kita takut karena hal ini membudidaya dalam diri kita mengenai citra akan dunia yang kejam dan berbahaya.
3.Pengaruh televisi itu terbatas.
Efek televisi itu terbatas. Secara umum menonton televisi memiliki pengaruh dan proses yang mendalam akan pandangan kita tentang dunia.
kultivasi ini contohnya ketika terjadi bencana alam, seperti gempa di Palu. Orang akan beramai-ramai menonton TV, menunggu update info terbaru
TEORI SPIRAL KEHENINGAN
Teori spiral keheningan ini biasa disebut sebagai ‘Spiral of Silence Theory’ atau ‘Teori Spiral Kesunyian. Teori spiral keheningan diambil dari kata ‘Spiral’ yang berarti suatu perputaran lingkaran dan ‘Keheningan’ yang berarti sunyi.
Seseorang memiliki opini dari berbagai isu namun terdapat keraguan dan ketakutan untuk memberikan opininya karena merasa terisolasi, sehingga opini tidak bersifat terbuka alias tertutup.
Kebanyakan orang mencari dukungan akan opininya tersebut melalui media massa atau mendekati orang yang sekiranya berpengaruh dalam kemasyarakatannya seperti seorang tokoh masyarakat atau public figure.
Akan tetapi, jika opini belum mendapatkan dukungan, maka orang tersebut akan berkomunikasi dengan menggunakan Spiral keheningan. Ia menyembunyikan opininya dan mau tidak mau menerima opini yang mayoritas.
Teori spiral keheingan ini telah dikembangkan oleh Elisabeth Noelle Neumann (1973, 1980) yang merupakan seorang sosiolog, pakar politik, dan jurnalis Nazi Jerman yang membenci Yahudi dan mendukung Hitler. Neumman menjelaskan bahwa teori spiral keheningan merupakan upaya untuk menjelaskan opini public dibentuk dan teori ini hanya befokus pada opini publik semata.
Teori ini didapatkan dan terinspirasi ketika ia berada di lingkungan Nazi, banyak orang merasa terisolasi opini-opininya ketika ia mereka ingin mengemukakan pendapat. Banyak orang yang mengalami Spiral Keheningan ini mencari dukungan melalui media massa.
Hal itu terjadi karena media massa merupakan penyambung lidah masyarakat secara luas dan umum. Ditambah lagi bahwa media merupakan suatu sarana komunikasi yang kebanyakan berpihak pada kiri.
Dalam teori spiral keheningan, tidak selalu mengalami keminoritasan, teori tersebut bisa saja terjadi mayoritas ketika ia mendapat dukungan dari media. Tetapi, media pun tidak sembarangan mendukung suatu opini, mereka melihat opini tersebut layak untuk didukung atau tidak.
Teori ini masih merujuk pada disiplin ilmu sosiopsikologi karena tentang situasi kemasyarakatan dan faktor kejiwaan manusia.
Ada dua asumsi, yaitu opini yang diterima atau opini yang tidak diterima oleh masyarakat. Dan asumsi yang kedua yaitu menyesuaikan diri dengan persepsi yang ada pada suatu opini.
OPINI DAN MASYARAKAT
Dalam menghadapi berbagai isu yang dianggap kontroversial atau pemecah kerukunan, maka akan terbentuk kesan tentang opini tersebut. Masyarakat mencoba menentukan opini tersebut bersifat mayoritas atau tidak, dan sejalan dengan mereka atau tidak.
Pada hakikatnya spiral keheningan ini muncul karfena adanya pengucilan terhadap kaum minoritas. Littlejohn (1996) menyampaikan bahwa Neumann mengatakan “mengikuti arus memang relatif menyenangkan, tapi itupun bila mungkin, karena anda tidak bersedia menerima apa yang tampak sebagai pendapat yang diterima umum, paling tidak anda dapat berdiam diri, supaya orang lain dapat menerima anda.”
contoh UU Omnibuslaw
pemberitaan di media massa mampu menggerakkan massa menjadi menerima opini media sehingga terjadi gerakan massa
Komentar
Posting Komentar