Langsung ke konten utama

PARADIGMA DAKWAH (Tabligh, Pengembangan Masyarakat, Harakah, Kultural)

PARADIGMA DAKWAH I


Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur

Mata Kuliah: Filsafat Dakwah

Dosen Pengampu: Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I

 


 

Disusun oleh:

 

Atmimlana Nurrona                (1940210113)

Siti Karlina                              (1940210116)

 

 


PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM

INSTITUT AGAMA NEGERI KUDUS 2020

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PARADIGMA DAKWAH 1” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I. pada bidang studi Filsafat Dakwah. Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca juga penulis.

Penulis mengucapkan terimaksih kepada Bapak Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I. yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.

Penulis menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

 

 

 

 

Kudus, 21 April 2020

 

Penulis

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.................................................................................... 1

DAFTAR ISI.................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 3

1.1.Latar Belakang Masalah.................................................................. 3

1.2.Rumusan Masalah........................................................................... 3

1.3.Tujuan Penulisan............................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 5

2.1. Dakwah Paradigma Tablig............................................................. 5

2.2. Dakwah Paradigma Pengembangan Masyarakat........................... 6

2.3. Dakwah Paradigma Harakah.......................................................... 9

2.4. Dakwah Paradigma Kultural........................................................ 11

BAB III PENUTUP...................................................................................... 13

3.1. Kesimpulan................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 14



BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Munculnya berbagai konsep menunjukkan bahwa pelaksanaan dakwah dengan berbagai bentuk dan pelaksanaannya telah dikenal luas di kalangan masyarakat. Persoalan dakwah yang terjadi pada seluruh aspek kehidupan umat manusia menjadi alasan dakwah dikenal dengan berbagai ragam makna. Keagungan Islam yang keberadaannya diperuntukkan untuk perbaikan pada seluruh aspek kehidupan manusia dalam system dakwah telah disampaikan dengan ragam cara dengan menyesuaikan objek sasarannya.

 Dalam kenyataan itulah, dikenal beberapa istilah yang semakna dengan dakwah. Istilah atau disebut juga terma dakwah ini dalam beberapa penjelasannya ada yang lebih menekankan pada aspek metode atau proses kegiatannya dan ada yang menitikberatkan pada hasil yang dicapainya. Pada berbagai terma tersebut tentu ditemukan perbedaan. Namun, dari perbedaan-perbedaan itu bertemu pada titik yang sama, bertujuan agar ajaran Islam dapat terwujud dalam kehidupan manusia yang pada akhirnya mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.


1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.      Apa yang dimaksud dengan dakwah paradigma tablig?

2.      Bagaimana sistem dakwah paradigma pengembangan masyarakat?

3.      Apa yang dimaksud dakwah paradigma harakah?

4.      Apa yang dimaksud dakwah paradigma kultural?


1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1.      Untuk mengetahui maksud dari dakwah paradigma tablig

2.      Untuk mengetahui sistem dakwah paradigma pengembangan masyarakat

3.      Untuk mengetahui dakwah paradigma harakah

4.      Untuk mengetahui dakwah paradigma kultural


BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1. Dakwah Paradigma Tablig

Menurut Bahasa Indonesia Tablig berarti pidato atau ceramah. Dalam dakwah, tablig adalah kegiatan penyampaian ajaran agama kepada khalayak atau penyampaian Da’i terhadap Mad’u. menurut para pendukung paradigma tablig, umat islam diwajibkan untuk menyampaikan risalah islam (berdakwah), mengajak ke jalan Allah dan menyebarkan agama.[1] Demikian, dakwah Islam membutuhkan orang-orang seperti para sahabat Rasulullah yang bertebaran di muka bumi untuk mengajak manusia kepada kebaikan, mengajak ke jalan yang benar serta menuju Islam yang kafah.

Bentuk pelaksanaan dakwah yang dilaksanakan adalah mengajak masyarakat melalui nasehat-nasehat dan membujuk mereka untuk berjihad, taat kepada Allah dan menjalani kehidupan sesuai dengan syariat Allah dan sunnah Rasul-Nya, baik hubungan mereka dengan Allah maupun sesama makhluk. Dalam pemikiran dakwah tablig, mubalig harus dapat mengenal pokok-pokok dakwah atau disebut Ushul al-da’wah al sittah. Berikut ini pokok-pokok dakwah:

a.       Kembali terhadap komitmen tauhid (tahqiq al-syahadatain), yaitu kembali berusaha memahami hakikat pernyataan tauhid dan menerapkannya dalam kehidupan kaum muslimim, dengan senantiasa taat dan mengikuti semua perintah Allah, menjauhi semua larangan-Nya, serta berserah diri hanya kepada Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah baik berupa ibadah mahdhah maupun ibadah ghairu mahdhah.

b.      Khudu’ dan Khusyu, yang dimaksud adalah berusaha untuk melaksanakan shalat dengan konsentrasi batin disertai dengan sikap rendah hati terhadap Allah.

c.       Ilmu serta Dzikir,  yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan tentang keutamaan amalan-amalan. Seperti wiridan yang dilafazkan dengan suara keras.

d.      Memuliakan Kaum Muslim, maksudnya adalah berusaha berkomunikasi dan bergaul dengan baik, ramah, serta sopan terhadap sesama kaum muslim. Menghormati orang yang lebih tua, dan menyayangi yang muda. Dalam penyampaian nasihat dan tablig dilakukan dengan cara yang halus, lemah lembut, dan tidak dengan membanggakan diri (sombong) terhadap mereka.

e.       Membersihkan niat, artinya meluruskan komitmen semula dengan mengembalikan semua amalan kepada tujuan awal, senantiasa mengoreksi dari keinginan duniawi seperti riya’, sombong, dengki, dan lainnya.

f.        Bepergian di jalan Allah (Khuruj fi Sabilillah), meninggalkan aktifitas yang kurang bermanfaat dan memfokuskan diri untuk menyampaikan dakwah kepada manusia dan mengajak mereka ke jalan yang di ridhoi Allah.

 

2.2. Dakwah Paradigma Pengembangan Masyarakat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengembangan masyarakat diartikan sebagai usaha untuk membangun masyarakat secara bertahap dan teratur. Dalam Bahasa Arab, Pengembangan masyarakat (community development) disebut dengan tathwirul mujtama’ il-islamiy adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan diarahkan untuk masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas hidup yang baik.[2]

Dakwah dan perkembangan masyarakat memiliki keterkaitan yang memperkuat satu sama lain. Tujuan dari dakwah adalah untuk mewujudkan kebaikan dan kemajuan hidup di dunia dan akhirat. Dilihat dari segi pendekatan, pengembangan masyarakat memiliki hubungan yang saling melengkapi. Membangun masyarakat harus dilakukan secara menyeluruh.[3]

Dakwah sebagai media sosialisasi Islam berkepentingan untuk menjaga sisi moralitas dan spiritualitas masyarakat, juga mendorong aksi pembangunan masyarakat dari sisi material.

Kegiatan dakwah pengembangan masyarakat beraksi dalam bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan seperti penyuluhan-penyuluhan, pengembangan ekonomi mikro dan menengah. Dari segi metode dakwahnya, paradigma dakwah pengembangan masyarakat berusaha mewujudkan dengan cara menjadikan Islam sebagai pijakan pengembangan dan perubahan sosial.

Pada hakikatnya semua pengembangan dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Dunhan memaparkan bahwa pengembangan masyarakat mencakup; program terencana yang difokuskan pada seluruh kebutuhan masyarakat, bantuan teknis, berbagai keahlian untuk membantu masyarakat, partisipasi oleh masyarakat. Dunhan mengemukakan bahwa dalam usaha menggambarkan pengembangan masyarakat, terdapat lima prinsip dasar, yaitu:

1.      Penekanan pentingnya kesatuan kehidupan masyarakat (ukhuwah)

2.      Adanya pendekatan antar tim dalam pengembangan masyarakat (ta’awun)

3.      Kebutuhan adanya pekerja masyarakat (community worker) yang serba bisa pada wilayah perdesaan (‘amilun)

4.      Pentingnya pemahaman akan pola budaya masyarakat lokal (ma’rifah)

5.      Adanya prinsip kemandirian yang menjadi prinsip utama dalam pengembangan masyarakat (yaqin)

Arah pengembangan masyarakat tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi harus diimbangi dengan landasan moral spiritual sebagai alat kontrol. Dalam pengertian dakwah, pengembangan masyarakat mengarah terhadap pencapaian kondisi mental (Iman, Islam, dan Ihsan) dalam kehidupan sosial.[4]

Tujuan dari pengembangan masyarakat Islam adalah memiliki akidah yang kuat, akhlak mulia, istiqamah, serta memiliki keahlian yang memadai sehingga muncul khoiru al-bariyyah, usroh sakinah dan khoiru al-ummah.[5] Secara sistematis arah tujuan pengembangan masyarakat adalah sebagai berikut:

1.      Menganalisis problem sosial dan keagamaan yang muncul dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat adanya perubahan sosial.

2.      Merancang kegiatan pengembangan masyarakat berdasarkan persoalan yang ada, berdasarkan skala prioritas.

3.      Mengelola dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat berdasarkan rencana yang disepakati.

4.      Mengevaluasi seluruh proses pengembangan masyarakat

5.      Melatih masyarakat dalam menganalisis persoalan yang mereka hadapi, merancang, mengelola, dan mengevaluasi kegiatan pengembangan masyarakat.

6.      Menjadi Da’i dengan keteladanan karakter berusaha mengembangkan potensi masyarakat dalam aspek sosial ekonomi, budaya, politik, dan ilmu pengetahuan.

 

2.3. Dakwah paradigma Harakah

Menurut Ilyas Ismail (2008: 12) Dakwah Harakah adalah pergerakan. Dakwah ini lebih menekankan kepada aspek tindakan (aksi) ketimbang wacana (teoritisasi). Mengutip pandangan AL-Qathani bahwa dakwah Harakah adalah dakwah yang berorientasi kepada pengembangan masyarakat Islam, dengan melakukan reformasi dan perbaikan (ishlah) dalam segi-segi kehidupan manusia dimulai dari perbaikan individu (ishah al-fard), perbaikan keluarga(ishah al-Usrah), perbaikan masyarakat (ishah al-mujtama’), dan perbaikan pemerintah dan negara (ishah al daulah). Yang dituntut didalam jenis dakwah ini adalah adannya upaya pergerakan yang menuju ke arah perbaikan. kata harakah sendiri secara harfiah berarti gerak atau gerakan, merupakan lawan dari diam. Arti harfiah tersebut lahir dua makna pertama, harakah, menunjuk pada suatu gerakan yang timbul setelah masa atau kondisi vakum. Kedua, harakah menunjuk pada suatu usaha pembaruan untuk membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik.

Dakwah harakah menuut Al-Ja’bari adalah dakwah yang memadukan antatra dimensi pemikiran (konsepsional) dan pergerakan (praktikal), dan merupakan bagian integral dari gerakan-gerakan kebangkitan Islam yang banyak bermunculan di negeri-negeri Islam sejak permulaan silam (Ibrahim Muhammad al- Ja’bari: 1996,67-70) Yusuf Al-Qardhawi, menekankan pentingnya dakwah harakah ini untuk membebaskan manusia dari kejahatan. Umat Islam, kata Qardhawi, tidak akan pernah sepakat dalam kesesatan. Jika demikian, maka harus ada sekelompok orang dari kalangan umat islam yang bangkit membela kebenaran, membimbing, dan mengajak manusia kepadanya. [6]

Dakwah harakah ditekankan berupaya membumikan dan mengembangkan misi-misi Islam yang lebih damai dan bersahabat ditengah keragaman. Dakwah harakah banyak diketahui dipopulerkan oleh Hasan Al-Banna kemudian dilanjutkan oleh Sayyid Quthub terlepas dari kontroversi kedua tokoh tersebut yang jelas konsep dakwah harakah telah mampu merubah wacana yang berkembang di masyarakat bahwa dakwah tidak selalu identik dengan tablig tetapi dakwah harakah mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat.

Karakteristik Dakwah Gerakan Menurut Mustafa Masyhur, dakwah harakah mendasarkan diri pada tiga kekuatan sekaligus, yaitu (1) kekuatan akidah dan iman, (2) kekuatan persatuan dan ikatan kaum muslimin (3)kekuatan jihad. Ada empat ciri yang sangat menonjol dari dakwah harakah, yaitu (1) murni dan otentik (dzatiyyah), yakni otentik sebagai panggilan tuhan, (2) mendorong kemajuan (taqqddumiyah), yakni kemajuan yang tetap menjunjung tinggi nilai moralitas, (3) universal (syamilah) mencakup semua aspek kehidupan, memadukan tiga sistem hidup (manaj al hayat) yang terdiri dari tiga; Din (agama), Dunya (dunia) dan Daulah (pemerintahan negara) (4) menekan prinsip-prinsip aggama yang luhur dan menjauhkan diri dari perbedaan mazhab.

Dakwah harakah berarti bergerak melangkah secara kesinambungan sesuai dengan taktik dan strategi yang terorganisasi untuk menyeru manusia kepada Islam dengan hikmah dan nasihat yang baik sehingga mereka meninggalkan though (berhala,setan ) dan beriman kepada Allah agar mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam dalam upaya meraih kebahagiaan lahir dan batin, baik dunia maupun akhirat. [7]


2.4. Dakwah kultural

Dakwah kultural memiliki hubungan yang dekat dengan islam kultural. Kata kultural  sendiri berasal dari bahasa Inggris, culture yang berarti kesopanan, kebudayaan, dan pemeliharaan. Teori lain mengatakan bahwa kultur berasal dari bahasa latin cultura yang artinya memelihara atau mengerjakan, mengolah. Sementara itu Koentjaraningrat membagi kebudayaan dalam tiga wujud; Wujud ideal, wujud kelakuan, wujud benda.[8]

Dakwah merupakan sebuah upaya untuk mengubah situasi kondisi individu-budaya masyarakat. Sebuah perubahan yang dilakukan oleh subyek perubah untuk semua manusia bahkan seluruh alam semesta. Sebagai suatu upaya, dakwah memberikan informasi dan berusaha memaksimalkan  kemampuan manusia yang tidak ada unsur pemaksaan agar manusia masuk islam.

Kultural atau budaya mengacu pada perilaku yang dipelajari yang menjadi karakter cara hidup secara total dari anggota suatu masyarakat tertentu. Kultur atau budaya terdiri dari nilai-nilai umum yang dipegang dalam suatu kelompok manusia, merupakan satu set norma, kebiasaan, nilai dan asumsi-asumsi yang mengarahkan perilaku kelompok tersebut. Dakwah kultural adalah aktivitas dakwah yang menekankan pendekatan islam kultural. Islam kultural adalah salah satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali kaitan doktrinal yang formal antara Islam dan politik atau islam dan negara termasuk wilayah pemikiran ijtihadiyah, yang tidak menjadi persoalan bagi umat Islam ketika sistem kekhalifahan masih bertahan didunia Islam. Setelah hancur sistem kekhalifahan di Turki, dunia Islam dihadapkan pada sistem politik Barat.

Dakwah kultural merupakan dakwah yang baik dilakukan di masyarakat desa maupun dilingkungan masyarakat kota, baik yang berpikiran primitif maupun yang sudah modern. KH. Ahmad Dahlan termasuk sosok mubalig yang menggunakan metode dakwah kultural pada sekitar tahun 1912-an karena beliau menyadari bahwa metode dakwah yang tepat itu hanyalah metode dakwah kultural. Ahmad Dahlan penuh kehati-hatianya dengan masalah aqiqah, walaupun mengunakan metode dakwah kultural, dia tetap menanamkan nilai-nilai Islam tidak terlukai oleh model dakwah yang dilakukan. Alhasil, beliau membersihkan nilai-nilai ajaran Islam dari pengaruh budaya kultural setempat.

Kelebihan dan kekurangan dakwah kultural mengakui adanya perombakan masyarakat atau penggalian bentuk (transformasi ) sosial kearah yang lebih baik. Namun demikian pendekatan dialog budaya dalam dakwah kultural memungkiri tindakan disruptive dalam menyampaikan dakwah, yakni memotong masyarakat dari masa lampaunya semata. Dakwah melestarikan apa yang baik dan benar dari masa lampau dalam konteks ajaran universal islam. Dalam masalah protradisi seperti yang telah dijelaskan, pelopor dakwah kultural perlu dibedakan antara tradisi dan tradisionalitas.

Dengan mengutip antropologi kenamaan eisentand, tradisi menurut madjid, belum tentu semuanya tidak baik karena itu dakwah kultural bertanggung jawab untuk mengayak yang baik dari tradisi kemudian dipertahankan atau bahkan dikembangkan. Adapun tradisionalitas adalah sikap tertutup yang timbul karena memutlakkan tradisi secara keseluruhan, dan karenaya pasti tidak baik, dan tradisionalitas inilah yang dkecam Al-Quran.

Keunggulan lain dari dakwah kultural, yakni penegasan watak universalisme islam melalui kehadirannya yang indegenius di tengah-tengah budaya baru. Dengan mereka yang memandang universalisme islam sebagai sistem hidup yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, mazhab kultural lebih memandang berbeda universlisme islam sebagai kemampuan mengakomodasi pluralitas budaya manusia.

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam dakwah, tablig adalah kegiatan penyampaian ajaran agama kepada khalayak atau penyampaian Da’i terhadap Mad’u. Dalam pemikiran dakwah tablig, mubalig harus dapat mengenal pokok-pokok dakwah atau disebut Ushul al-da’wah al sittah.

Dakwah pengembangan masyarakat dilaksanakan secara terencana, dan diarahkan untuk masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas hidup yang baik. Tujuan dari pengembangan masyarakat Islam adalah memiliki akidah yang kuat, akhlak mulia, istiqamah, serta memiliki keahlian yang memadai sehingga muncul khoiru al-bariyyah, usroh sakinah dan khoiru al-ummah.

  Dakwah harakah berarti menyeru manusia kepada Islam dengan hikmah dan nasihat yang baik sehingga mereka meninggalkan though (berhala,setan ) dan beriman kepada Allah agar mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam dalam upaya meraih kebahagiaan lahir dan batin, baik dunia maupun akhirat.

Dakwah kultural merupakan dakwah yang baik dilakukan di masyarakat desa maupun dilingkungan masyarakat kota, baik yang berpikiran primitif maupun yang sudah modern.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Asror, A. (2018). PARADIGMA DAKWAH. Yogyakarta: LKiS.

Hana, R. A. (2011). STRATEGI DAKWAH KULTURAL PENGURUS WILAYAH MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR. Komunikasi Islam, 45.

Hizbullah, M. (2018). Dakwah harakah, Radikalisme, dan Tantangannya di Indonesia. al-Anwar, 16.

Ismail Ilyas, & Hotman Prio. (2011). FILSAFAT DAKWAH. Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP.

Kamaluddin. (2014). Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Islam. HIKMAH, 42.

Tasmi, A. (2016). DAKWAH HAROKAH. At- Tabligh.

 

 



[1]Ilyas Ismail, Prio Hotman, FILSAFAT DAKWAH (Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2011), hal.215

[2] Kamaluddin, “Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Islam (Konsep Dasar dan Arab Pengembangan)” HIKMAH, vol. VIII, No. 02 Juli 2014, hal. 42

[3]Ilyas Ismail, Prio Hotman, FILSAFAT DAKWAH (Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2011), hal. 226

[4] Kamaluddin, “Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Islam (Konsep Dasar dan Arab Pengembangan)” HIKMAH, vol. VIII, No. 02 Juli 2014, hal. 49

 

[5] Kamaluddin, “Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Islam (Konsep Dasar dan Arab Pengembangan)” HIKMAH, vol. VIII, No. 02 Juli 2014, hal. 50-51

 

[6] Muhamad Hizbullah,”Dakwah Harakah, Radikalisme, dan Tantangannya di Indonesia”Kajian Islam dan Masyarakat, edisi 29,No 2, hal. 16

[7] A Tasmi, “Dakwah Harakah “(http://jurnal.um-Palembang.ac.id/attabligh/article/download/142/114. Diakses pada 17April 2020)

[8]R al Hana.”Dakwah Kultural”  http://diglib.uinsby.ac.id/6123/3Bab%202.pdf.Hal 45


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Media dan Masyarakat: Media Panas Dingin, Teori Agenda Setting

- Media dan Masyarakat: Media Panas Dingin, Teori Agenda Setting – Ari Yusmindarsih, M.I, KOM.   MEDIA PANAS DAN DINGIN McLuhan membagi media menjadi dua jenis yaitu 'media panas' (hot media) serta 'media dingin' (cool media). Media panas adalah media yang tidak menuntut perhatian besar dari pendengar, pembaca atau penonton (audien) media bersangkutan. Dalam menggunakan media ini audien tidak dituntut untuk mnggunakan daya imajinasinya, atau dengan kata lain sangat sedikit sekali daya imajinasi yang dibutuhkan. Partisipasi audien dalam media panas sangatlah rendah karena makna dari informasi yang diterima audien sudah sangat lengkap dan jelas. Media panas memberikan audien apa yang dibutuhkannya --dalam hal ini, hiburan. FILM Ketika menonton film di bioskop, kita hanya duduk, menonton film, sambil makan atau minum, tidak ada upaya keras untuk menerima dan memahami informasi dari media itu. Media dingin adalah media definisi rendah, membutuhkan partis

Teori Penetrasi Sosial

TEORI PENETRASI SOSIAL Teori ini berkaitan dengan bagaimana kita mengetahui atau mengenal orang lain dengan cara “masuk ke dalam” (penetrating) diri orang bersangkutan   lapisan dalam bola itu adalah hal-hal yang tidak tampak dari luar, sedangkan lapisan luar bola adalah hal-hal permukaan yang orang lihat tentang kita secara fisik akan terlihat seperti itu untuk mengetahui jati diri orang maka kita harus masuk ke dalam bola, untuk lebih tahu apa isi sesungguhnya di dalam bola tersebut. “Bola diri” seseorang memiliki 2 aspek: aspek “keluasan” (breadth) dan aspek “kedalaman” (depth). Kita dapat mengetahui berbagai jenis informasi tentang orang lain/ mungkin mendapat informasi detail dan mendalam tentang 1 atau 2 aspek tersebut dengan masuk ke dalam kehidupan orang tersebut. Ketika hubungan di antara 2 individu berkembang, maka mereka akan semakin mendapatkan informasi lebih luas dan dalam. Teori ini dikembangkan oleh Irwin Altman & Dalmas A. Taylor. Mereka memandang bahwa suatu hubun