PARADIGMA
DAKWAH I
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Terstruktur
Mata Kuliah: Filsafat Dakwah
Dosen Pengampu: Riza Zahriyal Falah,
M.Pd.I
Disusun oleh:
Atmimlana Nurrona (1940210113)
Siti Karlina (1940210116)
PROGRAM
STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM
INSTITUT
AGAMA NEGERI KUDUS 2020
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PARADIGMA DAKWAH 1” tepat pada
waktunya.
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Riza
Zahriyal Falah, M.Pd.I. pada bidang studi Filsafat Dakwah. Makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca juga penulis.
Penulis
mengucapkan terimaksih kepada Bapak Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I. yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis
menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.
Kudus, 21 April 2020
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 3
1.1.Latar
Belakang Masalah.................................................................. 3
1.2.Rumusan
Masalah........................................................................... 3
1.3.Tujuan
Penulisan............................................................................. 4
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................... 5
2.1.
Dakwah Paradigma Tablig............................................................. 5
2.2.
Dakwah Paradigma Pengembangan Masyarakat........................... 6
2.3.
Dakwah Paradigma Harakah.......................................................... 9
2.4.
Dakwah Paradigma Kultural........................................................ 11
BAB
III PENUTUP...................................................................................... 13
3.1.
Kesimpulan................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................. 14
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Munculnya berbagai konsep menunjukkan
bahwa pelaksanaan dakwah dengan berbagai bentuk dan pelaksanaannya telah
dikenal luas di kalangan masyarakat. Persoalan dakwah yang terjadi pada seluruh
aspek kehidupan umat manusia menjadi alasan dakwah dikenal dengan berbagai
ragam makna. Keagungan Islam yang keberadaannya diperuntukkan untuk perbaikan
pada seluruh aspek kehidupan manusia dalam system dakwah telah disampaikan
dengan ragam cara dengan menyesuaikan objek sasarannya.
Dalam kenyataan itulah, dikenal beberapa
istilah yang semakna dengan dakwah. Istilah atau disebut juga terma dakwah ini
dalam beberapa penjelasannya ada yang lebih menekankan pada aspek metode atau
proses kegiatannya dan ada yang menitikberatkan pada hasil yang dicapainya. Pada
berbagai terma tersebut tentu ditemukan perbedaan. Namun, dari
perbedaan-perbedaan itu bertemu pada titik yang sama, bertujuan agar ajaran
Islam dapat terwujud dalam kehidupan manusia yang pada akhirnya mereka
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan dakwah paradigma tablig?
2. Bagaimana
sistem dakwah paradigma pengembangan masyarakat?
3. Apa
yang dimaksud dakwah paradigma harakah?
4. Apa yang dimaksud dakwah paradigma kultural?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui maksud dari dakwah paradigma tablig
2. Untuk
mengetahui sistem dakwah paradigma pengembangan masyarakat
3. Untuk
mengetahui dakwah paradigma harakah
4. Untuk mengetahui dakwah paradigma kultural
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Dakwah Paradigma Tablig
Menurut Bahasa Indonesia Tablig berarti pidato atau
ceramah. Dalam dakwah, tablig adalah kegiatan penyampaian ajaran agama kepada khalayak
atau penyampaian Da’i terhadap Mad’u. menurut para pendukung paradigma tablig,
umat islam diwajibkan untuk menyampaikan risalah islam (berdakwah), mengajak ke
jalan Allah dan menyebarkan agama.[1] Demikian, dakwah Islam
membutuhkan orang-orang seperti para sahabat Rasulullah yang bertebaran di muka
bumi untuk mengajak manusia kepada kebaikan, mengajak ke jalan yang benar serta
menuju Islam yang kafah.
Bentuk pelaksanaan dakwah yang dilaksanakan adalah
mengajak masyarakat melalui nasehat-nasehat dan membujuk mereka untuk berjihad,
taat kepada Allah dan menjalani kehidupan sesuai dengan syariat Allah dan
sunnah Rasul-Nya, baik hubungan mereka dengan Allah maupun sesama makhluk. Dalam
pemikiran dakwah tablig, mubalig harus dapat mengenal pokok-pokok dakwah atau
disebut Ushul al-da’wah al sittah. Berikut
ini pokok-pokok dakwah:
a. Kembali
terhadap komitmen tauhid (tahqiq
al-syahadatain), yaitu kembali berusaha memahami hakikat pernyataan tauhid
dan menerapkannya dalam kehidupan kaum muslimim, dengan senantiasa taat dan
mengikuti semua perintah Allah, menjauhi semua larangan-Nya, serta berserah
diri hanya kepada Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah baik berupa ibadah mahdhah maupun ibadah ghairu mahdhah.
b. Khudu’ dan
Khusyu, yang dimaksud adalah berusaha
untuk melaksanakan shalat dengan konsentrasi batin disertai dengan sikap rendah
hati terhadap Allah.
c. Ilmu
serta Dzikir, yang dimaksud adalah ilmu
pengetahuan tentang keutamaan amalan-amalan. Seperti wiridan yang dilafazkan
dengan suara keras.
d. Memuliakan
Kaum Muslim, maksudnya adalah berusaha berkomunikasi dan bergaul dengan baik,
ramah, serta sopan terhadap sesama kaum muslim. Menghormati orang yang lebih
tua, dan menyayangi yang muda. Dalam penyampaian nasihat dan tablig dilakukan
dengan cara yang halus, lemah lembut, dan tidak dengan membanggakan diri
(sombong) terhadap mereka.
e. Membersihkan
niat, artinya meluruskan komitmen semula dengan mengembalikan semua amalan
kepada tujuan awal, senantiasa mengoreksi dari keinginan duniawi seperti riya’,
sombong, dengki, dan lainnya.
f.
Bepergian di jalan
Allah (Khuruj fi Sabilillah),
meninggalkan aktifitas yang kurang bermanfaat dan memfokuskan diri untuk
menyampaikan dakwah kepada manusia dan mengajak mereka ke jalan yang di ridhoi
Allah.
2.2.
Dakwah Paradigma Pengembangan Masyarakat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengembangan
masyarakat diartikan sebagai usaha untuk membangun masyarakat secara bertahap
dan teratur. Dalam Bahasa Arab, Pengembangan masyarakat (community development) disebut dengan tathwirul mujtama’ il-islamiy adalah kegiatan pengembangan
masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan diarahkan untuk
masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas hidup yang baik.[2]
Dakwah dan perkembangan masyarakat memiliki
keterkaitan yang memperkuat satu sama lain. Tujuan dari dakwah adalah untuk
mewujudkan kebaikan dan kemajuan hidup di dunia dan akhirat. Dilihat dari segi
pendekatan, pengembangan masyarakat memiliki hubungan yang saling melengkapi.
Membangun masyarakat harus dilakukan secara menyeluruh.[3]
Dakwah sebagai media sosialisasi Islam berkepentingan
untuk menjaga sisi moralitas dan spiritualitas masyarakat, juga mendorong aksi
pembangunan masyarakat dari sisi material.
Kegiatan dakwah pengembangan masyarakat beraksi dalam
bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan seperti penyuluhan-penyuluhan,
pengembangan ekonomi mikro dan menengah. Dari segi metode dakwahnya, paradigma
dakwah pengembangan masyarakat berusaha mewujudkan dengan cara menjadikan Islam
sebagai pijakan pengembangan dan perubahan sosial.
Pada hakikatnya semua pengembangan dilaksanakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Dunhan memaparkan bahwa pengembangan
masyarakat mencakup; program terencana yang difokuskan pada seluruh kebutuhan
masyarakat, bantuan teknis, berbagai keahlian untuk membantu masyarakat,
partisipasi oleh masyarakat. Dunhan mengemukakan bahwa dalam usaha
menggambarkan pengembangan masyarakat, terdapat lima prinsip dasar, yaitu:
1. Penekanan
pentingnya kesatuan kehidupan masyarakat (ukhuwah)
2. Adanya
pendekatan antar tim dalam pengembangan masyarakat (ta’awun)
3. Kebutuhan
adanya pekerja masyarakat (community
worker) yang serba bisa pada wilayah perdesaan (‘amilun)
4. Pentingnya
pemahaman akan pola budaya masyarakat lokal (ma’rifah)
5. Adanya
prinsip kemandirian yang menjadi prinsip utama dalam pengembangan masyarakat (yaqin)
Arah pengembangan masyarakat tidak hanya mengejar
pertumbuhan ekonomi, tetapi harus diimbangi dengan landasan moral spiritual
sebagai alat kontrol. Dalam pengertian dakwah, pengembangan masyarakat mengarah
terhadap pencapaian kondisi mental (Iman, Islam, dan Ihsan) dalam kehidupan
sosial.[4]
Tujuan dari pengembangan masyarakat Islam adalah
memiliki akidah yang kuat, akhlak mulia, istiqamah, serta memiliki keahlian
yang memadai sehingga muncul khoiru al-bariyyah, usroh sakinah dan khoiru
al-ummah.[5] Secara sistematis arah
tujuan pengembangan masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis
problem sosial dan keagamaan yang muncul dalam kehidupan masyarakat sebagai
akibat adanya perubahan sosial.
2. Merancang
kegiatan pengembangan masyarakat berdasarkan persoalan yang ada, berdasarkan
skala prioritas.
3. Mengelola
dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat berdasarkan rencana yang
disepakati.
4. Mengevaluasi
seluruh proses pengembangan masyarakat
5. Melatih
masyarakat dalam menganalisis persoalan yang mereka hadapi, merancang,
mengelola, dan mengevaluasi kegiatan pengembangan masyarakat.
6. Menjadi
Da’i dengan keteladanan karakter berusaha mengembangkan potensi masyarakat
dalam aspek sosial ekonomi, budaya, politik, dan ilmu pengetahuan.
2.3.
Dakwah paradigma Harakah
Menurut Ilyas Ismail
(2008: 12) Dakwah Harakah adalah pergerakan. Dakwah ini lebih menekankan kepada
aspek tindakan (aksi) ketimbang wacana (teoritisasi). Mengutip
pandangan AL-Qathani bahwa dakwah Harakah adalah dakwah yang berorientasi kepada
pengembangan masyarakat Islam, dengan melakukan reformasi dan perbaikan
(ishlah) dalam segi-segi kehidupan manusia dimulai dari perbaikan individu (ishah
al-fard), perbaikan keluarga(ishah al-Usrah), perbaikan masyarakat (ishah
al-mujtama’), dan perbaikan pemerintah dan negara (ishah al daulah).
Yang dituntut didalam jenis dakwah ini adalah adannya upaya pergerakan yang
menuju ke arah perbaikan. kata harakah sendiri secara harfiah berarti gerak
atau gerakan, merupakan lawan dari diam. Arti harfiah tersebut lahir dua makna
pertama, harakah, menunjuk pada suatu gerakan yang timbul setelah masa
atau kondisi vakum. Kedua, harakah menunjuk pada suatu usaha pembaruan untuk
membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik.
Dakwah harakah menuut
Al-Ja’bari adalah dakwah yang memadukan antatra dimensi pemikiran (konsepsional)
dan pergerakan (praktikal), dan merupakan bagian integral dari
gerakan-gerakan kebangkitan Islam yang banyak bermunculan di negeri-negeri
Islam sejak permulaan silam (Ibrahim Muhammad al- Ja’bari: 1996,67-70) Yusuf
Al-Qardhawi, menekankan pentingnya dakwah harakah ini untuk membebaskan manusia
dari kejahatan. Umat Islam, kata Qardhawi, tidak akan pernah sepakat dalam kesesatan. Jika demikian,
maka harus ada sekelompok orang dari
kalangan umat islam yang bangkit membela kebenaran, membimbing, dan mengajak
manusia kepadanya. [6]
Dakwah harakah ditekankan
berupaya membumikan dan mengembangkan misi-misi Islam yang lebih damai dan
bersahabat ditengah keragaman. Dakwah harakah banyak diketahui dipopulerkan
oleh Hasan Al-Banna kemudian dilanjutkan oleh Sayyid Quthub terlepas dari
kontroversi kedua tokoh tersebut yang jelas konsep dakwah harakah telah mampu
merubah wacana yang berkembang di masyarakat bahwa dakwah tidak selalu identik
dengan tablig tetapi dakwah harakah mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
Karakteristik Dakwah
Gerakan Menurut Mustafa Masyhur, dakwah harakah mendasarkan diri pada tiga
kekuatan sekaligus, yaitu (1) kekuatan akidah dan iman, (2) kekuatan persatuan
dan ikatan kaum muslimin (3)kekuatan jihad. Ada empat ciri yang sangat menonjol
dari dakwah harakah, yaitu (1) murni dan otentik (dzatiyyah), yakni otentik sebagai panggilan tuhan, (2) mendorong
kemajuan (taqqddumiyah), yakni
kemajuan yang tetap menjunjung tinggi nilai moralitas, (3) universal (syamilah) mencakup semua aspek
kehidupan, memadukan tiga sistem hidup (manaj
al hayat) yang terdiri dari tiga; Din (agama), Dunya (dunia) dan Daulah
(pemerintahan negara) (4) menekan prinsip-prinsip aggama yang luhur dan
menjauhkan diri dari perbedaan mazhab.
Dakwah harakah berarti bergerak melangkah secara kesinambungan sesuai dengan taktik dan strategi yang terorganisasi untuk menyeru manusia kepada Islam dengan hikmah dan nasihat yang baik sehingga mereka meninggalkan though (berhala,setan ) dan beriman kepada Allah agar mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam dalam upaya meraih kebahagiaan lahir dan batin, baik dunia maupun akhirat. [7]
2.4. Dakwah kultural
Dakwah kultural
memiliki hubungan yang dekat dengan islam kultural. Kata kultural sendiri berasal dari bahasa Inggris, culture
yang berarti kesopanan, kebudayaan, dan pemeliharaan. Teori lain mengatakan
bahwa kultur berasal dari bahasa latin cultura yang artinya memelihara atau mengerjakan, mengolah.
Sementara itu Koentjaraningrat membagi kebudayaan dalam tiga wujud; Wujud
ideal, wujud kelakuan, wujud benda.[8]
Dakwah merupakan
sebuah upaya untuk mengubah situasi kondisi individu-budaya masyarakat. Sebuah
perubahan yang dilakukan oleh subyek perubah untuk semua manusia bahkan seluruh
alam semesta. Sebagai suatu upaya, dakwah memberikan informasi dan berusaha
memaksimalkan kemampuan manusia yang
tidak ada unsur pemaksaan agar manusia masuk islam.
Kultural atau budaya
mengacu pada perilaku yang dipelajari yang menjadi karakter cara hidup secara
total dari anggota suatu masyarakat tertentu. Kultur atau budaya terdiri dari
nilai-nilai umum yang dipegang dalam suatu kelompok manusia, merupakan satu set
norma, kebiasaan, nilai dan asumsi-asumsi yang mengarahkan perilaku kelompok
tersebut. Dakwah kultural adalah aktivitas dakwah yang menekankan pendekatan islam
kultural. Islam kultural adalah salah satu pendekatan yang berusaha meninjau
kembali kaitan doktrinal yang formal antara Islam dan politik atau islam dan
negara termasuk wilayah pemikiran ijtihadiyah, yang tidak menjadi persoalan
bagi umat Islam ketika sistem kekhalifahan masih bertahan didunia Islam.
Setelah hancur sistem kekhalifahan di Turki, dunia Islam dihadapkan pada sistem
politik Barat.
Dakwah kultural
merupakan dakwah yang baik dilakukan di masyarakat desa maupun dilingkungan
masyarakat kota, baik yang berpikiran primitif maupun yang sudah modern. KH. Ahmad
Dahlan termasuk sosok mubalig yang menggunakan metode dakwah kultural pada
sekitar tahun 1912-an karena beliau menyadari bahwa metode dakwah yang tepat
itu hanyalah metode dakwah kultural. Ahmad Dahlan penuh kehati-hatianya dengan
masalah aqiqah, walaupun mengunakan metode dakwah kultural, dia tetap
menanamkan nilai-nilai Islam tidak terlukai oleh model dakwah yang dilakukan.
Alhasil, beliau membersihkan nilai-nilai ajaran Islam dari pengaruh budaya
kultural setempat.
Kelebihan dan kekurangan dakwah kultural mengakui adanya
perombakan masyarakat atau penggalian bentuk (transformasi ) sosial kearah yang
lebih baik. Namun demikian pendekatan dialog budaya dalam dakwah kultural memungkiri
tindakan disruptive dalam menyampaikan dakwah, yakni
memotong masyarakat dari masa lampaunya semata. Dakwah melestarikan apa yang
baik dan benar dari masa lampau dalam konteks ajaran universal islam. Dalam
masalah protradisi seperti yang telah dijelaskan, pelopor dakwah kultural perlu
dibedakan antara tradisi dan tradisionalitas.
Dengan mengutip antropologi kenamaan eisentand, tradisi
menurut madjid, belum tentu semuanya tidak baik karena itu dakwah kultural
bertanggung jawab untuk mengayak yang baik dari tradisi kemudian dipertahankan
atau bahkan dikembangkan. Adapun tradisionalitas adalah sikap tertutup yang
timbul karena memutlakkan tradisi secara keseluruhan, dan karenaya pasti tidak
baik, dan tradisionalitas inilah yang dkecam Al-Quran.
Keunggulan lain dari dakwah kultural, yakni penegasan
watak universalisme islam melalui kehadirannya yang indegenius di tengah-tengah
budaya baru. Dengan mereka yang memandang universalisme islam sebagai sistem
hidup yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, mazhab kultural lebih
memandang berbeda universlisme islam sebagai kemampuan mengakomodasi pluralitas
budaya manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam dakwah, tablig adalah kegiatan
penyampaian ajaran agama kepada khalayak atau penyampaian Da’i terhadap Mad’u.
Dalam pemikiran dakwah tablig, mubalig harus dapat mengenal pokok-pokok dakwah
atau disebut Ushul al-da’wah al sittah.
Dakwah pengembangan masyarakat dilaksanakan secara
terencana, dan diarahkan untuk masyarakat guna mencapai kondisi sosial,
ekonomi, dan kualitas hidup yang baik. Tujuan dari pengembangan masyarakat
Islam adalah memiliki akidah yang kuat, akhlak mulia, istiqamah, serta memiliki
keahlian yang memadai sehingga muncul khoiru al-bariyyah, usroh sakinah dan
khoiru al-ummah.
Dakwah harakah berarti menyeru manusia kepada Islam
dengan hikmah dan nasihat yang baik sehingga mereka meninggalkan though
(berhala,setan ) dan beriman kepada Allah agar mereka keluar dari kegelapan
jahiliyah menuju cahaya Islam dalam upaya meraih kebahagiaan lahir dan batin,
baik dunia maupun akhirat.
Dakwah kultural
merupakan dakwah yang baik dilakukan di masyarakat desa maupun dilingkungan
masyarakat kota, baik yang berpikiran primitif maupun yang sudah modern.
DAFTAR PUSTAKA
Asror, A. (2018). PARADIGMA DAKWAH.
Yogyakarta: LKiS. Hana, R. A. (2011). STRATEGI DAKWAH KULTURAL
PENGURUS WILAYAH MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR. Komunikasi Islam, 45. Hizbullah, M. (2018). Dakwah harakah, Radikalisme,
dan Tantangannya di Indonesia. al-Anwar, 16. Ismail Ilyas, & Hotman Prio. (2011). FILSAFAT
DAKWAH. Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP. Kamaluddin. (2014). Dakwah dan Pengembangan
Masyarakat Islam. HIKMAH, 42. Tasmi, A. (2016). DAKWAH HAROKAH. At- Tabligh. |
[1]Ilyas
Ismail, Prio Hotman, FILSAFAT DAKWAH
(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2011), hal.215
[2]
Kamaluddin, “Dakwah dan Pengembangan
Masyarakat Islam (Konsep Dasar dan Arab Pengembangan)” HIKMAH, vol. VIII,
No. 02 Juli 2014, hal. 42
[3]Ilyas
Ismail, Prio Hotman, FILSAFAT DAKWAH
(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2011), hal. 226
[4]
Kamaluddin, “Dakwah dan Pengembangan
Masyarakat Islam (Konsep Dasar dan Arab Pengembangan)” HIKMAH, vol. VIII,
No. 02 Juli 2014, hal. 49
[5]
Kamaluddin, “Dakwah dan Pengembangan
Masyarakat Islam (Konsep Dasar dan Arab Pengembangan)” HIKMAH, vol. VIII,
No. 02 Juli 2014, hal. 50-51
[6] Muhamad Hizbullah,”Dakwah Harakah,
Radikalisme, dan Tantangannya di Indonesia”Kajian Islam dan Masyarakat, edisi
29,No 2, hal. 16
[7] A Tasmi, “Dakwah Harakah “(http://jurnal.um-Palembang.ac.id/attabligh/article/download/142/114. Diakses pada 17April 2020)
[8]R al Hana.”Dakwah Kultural” http://diglib.uinsby.ac.id/6123/3Bab%202.pdf.Hal 45
Komentar
Posting Komentar