TEORI KESEIMBANGAN & TEORI PERBANDINGAN SOSIAL
TEORI
KESEIMBANGAN
Fritz Heider
menjelaskan bahwa sesuatu yang tidak seimbang akan menimbulkan ketidakselarasan
dan ketegangan sehingga menimbulkan tekanan dalam hubungan.
Keadaan seimbang
akan muncul bila hubungan antar ketiganya memiliki sifat positif dalam berbagai
hal atau jika terdapat dua sifat negatif dan satu positif. Semua kombinasi lain
adalah tidak seimbang.
Teori ini
menerangkan bagaimana individu-individu sebagai bagian dari struktur sosial
(misalnya sebagai suatu kelompok) cenderung untuk menjalin hubungan satu sama
lain.
Teori Heider
memusatkan perhatian pada hubungan intra-pribadi (intrapersonal) yang berfungsi
sebagai “daya tarik”, yaitu semua keadaan kognitif yang berhubungan dengan
perasaan suka dan tidak suka terhadap individu-individu dan objek-objek lain.
Paradigma
Heider berfokus pada dua individu, seseorang (P), Objek analisis dan beberapa
orang lain (O), dan objek fisik , gagasan, atau peristiwa (X). Fokus Heider
adalah pada bagaimana hubungan di antara ketiga Entitas ini diorganisasikan
dalam benak seseorang (P). Heider membedakan dua jenis hubungan di antara
Ketiga Entitas ini, hubungan kesukaan (L) dan hubungan Unit (U). Dalam
paradigma Heider, "Keadaan Seimbang Hadir Apabila Hubungan Ketiganya
Positif Dalam Segala Hal Atau Apabila 2 Negatif dan 1 Positif". Semua Kombinasi
lain adalah tidak seimbang.
Sebuah keadaan
seimbang adalah stabil dan menolak pengaruh-pengaruh dari luar. Keadaan tidak
seimbang diasumsikan tidak stabil dan menciptakan ketegangan psikkologis dalam
diri seseorang.
Ketegangan ini
"mereda hanya apabila perubahan di dalam situasi tersebut terjadi
sedemikian rupa sehingga tercapai keadaan seimbang".
Keadaan yang
tidak seimbang, sebagai keadaan yang tidak stabil, rentan untuk berubah menjadi
seimbang. Keadaan seimbang, sebagai keadaan stabil, menolak keadaan
Teori Disonansi
Kognitif -
Istilah
Disonansi Kognitif dikemukakan oleh Leon Festinger. Ini berarti ketidaksesuaian
antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri
seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk
mengurangi disonansinya itu.
Pada umumnya
orang berperilaku konsisten dengan apa yang diketahuinya. Tetapi sering
pula seseorang berperilaku tidak konsisten.
Jika seseorang
mempunyai informasi atau pendapat yang tidak menuju ke earah menjadi prilaku,
maka informasi atau pendapat itu akan menimbulkan Disonansi dengan perilaku.
apabila Disonansi tersebut terjadi, maka orang akan berupaya menguranginya
dengan jalan mengubah perilaku, kepercayaan atau opininya
contoh:
Banyak orang
yang percaya ada orang yang membersihkan giginya 3 kali sehari. Tetapi banyak
pula orang mungkin paling banyak percaya akan ada orang yang tidak menggosok
gigi sesering itu. Disonansi terjadi antara kepercayaan dan perilakunya. Orang
orang seperti itu akan mudah dipengaruhi oleh komunikasi yang menyatakan bahwa
sungguh-sungguh berbahaya jika menggosok gigi terlalu sering, atau oleh
komunikasi yang menyatakan bahwa sebuah merk pasta gigi sedemikian tinggi
mutunya sehingga bila orang menggunakannya cukup satu kali saja.
Jika kedua
jenis komunikasi itu diterima dan dipercaya, maka pengurangan Disonansi
terjadi. Tetapi sebaliknya kalau ada seseorang yang berupaya mempersuasi orang
lain dengan menyatakan bahwa sebernarnya demi kesehatan gigi hendaknya digosok
lima kali sehari.
Komunikasi
Pesuasif akan sangat efektif, apabila mengurangi Disonansi, dan tidak efektif
jika meningkatkan Disonansi.
- Teori
Sosiometris Moreno -
Sosiometris
adalah pendekatan metodologis terhadap kelompok-kelompok yang diciptakan oleh
Moreno, dikembangkan oleh Jennings dan lainnya.
Teori ini
berhubungan dengan “daya tarik” dan “penolakan” yang dirasakan oleh
individu-individu terhadap satu sama lain serta diterapkan perasaan-perasaan
ini bagi pembentukan dan struktur kelompok.
Struktur
sosiometris dari suatu kelompok berhubungan dengan beberapa hal yang terjadi
dalam komunikasi kelompok.
Individu yang
merasa tertarik satu sama lain dan yang saling menempatkan diri pada peringkat
yang tinggi akan lebih suka berkomunikasi sedemikian rupa sehingga membedakan
mereka dari berkomunikasi anggota-anggota kelompok yang saling membenci.
contoh:
Tataran atraksi
atau ketertarikan dan penolakan dapat diukur melalui alat tes sosiometri,
setiap anggota ditanyakan untuk memberi jenjang atau rangking terhadap
anggota-anggota lainnya dalam kerangka ketertarikan antarpribadi dan
keefektifan tugas. Dengan menganalisis struktur kelompok pola melalui
sosiometri ini, seseorang dapat menentukan bagaimana kelompok yang padu dan
produktif yang mungkin terjadi.
- Teori
Analisis Proses Interaksi Robert Bales -
Teori ini
menjelaskan sistem keseimbangan, semua unsur-unsur berada dalam keadaan seimbang.
Ada tiga tahap dalam model Bales:
1. Orientation
Phase: pada tahap orientasi, anggota yang baru masuk dalam suatu kelompok atau
baru mendirikan suatu kelompok akan bertanya, mencari dan saling member informasi
mengenai tujuan klompok dan hak dan kewajiban tugas-tugas dalam kelompok. Pada
tahap ini anggota kelompok akan mencari konfirmasi dan melakukan orientasi
keberadaan kelompok tersebut.
2. Evaluation
Phase: pada tahap evaluasi pertanyaan yang diajukan anggota kelompok seputar
peran anggota kelompok dalam tugas-tugas atau pekerjaan yang dilakukan oleh
kelompok. Pada tahap ini terjadi semacam pengajuan pendapat dan perasaan dari
anggota kelompok tentang berbagai isu yang berkembang.
3. Control
Phase: para anggota kelompok akan saling membuat pernyataan dan mencari serta
memberi petunjuk terhadap sesama anggota. Akan bermunculan pendapat-pendapat
yang positif atau negative dari anggota kelompok secara jelas. Pada tahap ini
akan mulai tampak solidaritas kelompok dan minat mereka dalam kelompok
TEORI
PERBANDINGAN SOSIAL -
Teori ini diungkap
oleh Leon Festinger.
Komunikasi
kelompok ada karena terdapat kebutuhan beberapa individu dalam membandingkan
pendapat, sikap, keyakinan, dan kemampuan suatu individu dengan individu lain.
Dorongan untuk
berkomunikasi tentang suatu kejadian dengan individu lain dalam suatu kelompok
akan meningkat ketika individu menyadari bahwa individu tersebut tidak setuju
dengan suatu kejadian tersebut, dan kejadian tersebut menjadi semakin penting
ketika sifat ketertarikan kelompok mulai meningkat.
Dua hal yang
dibandingkan dalam teori ini yaitu pendapat (opinion) dan
kemampuan (ablity).
Perubahan
pendapat akan lebih mudah terjadi dibandingkan dengan perubahan kemampuan.
3 hal yang akan
terjadi pada teori perbandingan sosial:
1. Dorongan
untuk menilai pendapat dan kemampuan
Setiap individu
akan memiliki dorongan untuk menilai pendapat dan kemampuan sendiri dengan cara
membandingkannya dengan pendapat dan kemampuan individu lain, sehingga ia dapat
mengetahui bahwa pendapatnya benar atau salah dan dapat mengukur kemampuannya sendiri.
Menilai
kemampuan pun ada dua macam cara yaitu:
- Kemampuan
individu dinilai secara objektif seperti contohnya, seseorang dikur
kemampuannya ketika menghitung perkalian.
- Kemampuan
individu dinilai secara subjektif atau dengan opini seperti contohnya,
seseorang diukur kemampuannya ketika melukis.
2. Sumber
penilaian
Pada umumnya,
manusia akan menggunakan penilaian atau ukuran objektif dalam mengukur kemampuan.
3. Memilih
individu lain untuk membandingkan
Dengan adanya
perbandingan dengan individu lain, maka akan menimbulkan banyak pilihan. Pada
umumnya, manusia memilih individu lain yang sebaya seperti kerabat atau teman
sebagai objek perbandingan.
Contoh:
Postur tubuh
individu dapat diukur secara objektif, sedangkan sikap individu hanya dapat
diukur secara subjektif atau pendapat.
Kita selalu
membandingkan diri kita dengan orang lain dan kelompok kita dengan kelompok
lain. Hal-hal yang dibandingkan hampir semua yang kita miliki, mulai dari
status sosial, status ekonomi, kecantikan, karakter kepribadian dan sebagainya.
Konsekuensi
dari pembandingan adalah adanya penilaian sesuatu lebih baik atau lebih buruk
dari yang lain.
Melalui
perbandingan sosial kita juga menyadari posisi kita di mata orang lain dan
masyarakat.
Prasangka terlahir
ketika orang menilai adanya perbedaan yang mencolok. Artinya keadaan status
yang tidak seimbanglah yang akan melahirkan prasangka (Myers, 1999).
Dalam
masyarakat yang perbedaan kekayaan anggotanya begitu tajam prasangka cenderung
sangat kuat. Sebaliknya bila status sosial ekonomi relatif setara prasangka
yang ada kurang kuat.
Prasangka dan
diskriminasi adalah hasil dari stratifikasi sosial yang didasarkan distribusi
kekuasaan, status, dan kekayaan yang tidak seimbang diantara kelompok-kelompok
yang bertentangan (Manger, 1991).
Kelompok
dominan dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk memaksakan ideologi yang
menjustifikasi praktek diskriminasi untuk mempertahankan posisi menguntungkan
mereka dalam kelompok sosial.
Hal ini membuat
kelompok dominan berprasangka terhadap pihak-pihak yang dinilai bisa
menggoyahkan hegemoni mereka. Sementara itu kelompok yang didominasipun
berprasangka terhadap kelompok dominan karena kecemasan akan dieksploitasi.
DEPRIVASI
RELATIF
Deprivasi
relatif adalah keadaan psikologis ketika seseorang merasakan ketidakpuasan atas
kesenjangan/kekurangan subjektif yang dirasakannya pada saat keadaan diri dan
kelompoknya dibandingkan dengan orang/ kelompok lain. Keadaan ini bisa
menimbulkan persepsi adanya ketidakadilan. Sedangkan perasaan mengalami
ketidakadilan yang muncul karena deprivasi akan mendorong adanya prasangka.
Misal: di suatu
wilayah, sekelompok etnis A bermata pencaharian sebagai petani padi sawah.
Masing-masing keluarga etnik tersebut mengerjakan sawah seluas 2 ha. Rata-rata
hasil panenan yang didapatkan setiap kali panen (1 kali setahun) adalah 8 ton
padi. Mereka sangat puas dengan hasil tersebut dan merasa beruntung. Kemudian
datanglah sekelompok etnis B yang juga mengerjakan sawah di wilayah itu dengan
luas 2 ha per keluarga. Ternyata, hasil panenan kelompok etnis B jauh lebih
banyak (14 ton sekali panen). Sejak itu muncullah ketidakpuasan etnis A
terhadap hasil panenannya karena mengetahui bahwa etnis B bisa panen lebih
banyak. Ketidakpuasan yang dialami etnis A itu merupakan deprivasi relatif.
Contoh lain di
daerah transmigrasi. Ketika kondisi ekonomi penduduk asli masih lebih baik
daripada transmigran, penerimaan penduduk asli terhadap transmigran akan berjalan
baik. Akan tetapi begitu kondisi ekonomi pendatang menjadi lebih baik daripada
penduduk asli maka mulai timbullah deprivasi relatif dari penduduk asli, mulai
menimbulkan prasangka dan berbagai gejolak lainnya.
TEORI
KONFLIK-REALISTIS
Teori
konflik-realistik (Realistic Conflict Theory) menyebutkan bahwa prasangka
timbul karena kompetisi yang terjadi antara berbagai kelompok sosial yang
berbeda untuk meraih kesempatan atau sumber daya yang terbatas. Prasangka
muncul dan berkembang sebagai efek samping perjuangan berbagai kelompok
memperebutkan pekerjaan, perumahan yang memadai, sekolah yang baik, lahan
pertanian, dan lainnya.
Apabila
kesempatan dan sumber daya melimpah, umumnya prasangka antar kelompok rendah
karena orang-orang tidak perlu bersaing keras mendapatkannya. Apabila
kesempatan dan sumber daya yang tersedia sangat terbatas jumlahnya, prasangka
di daerah tersebut cukup tinggi.
Terjadinya
prasangka di daerah-daerah pertambangan rakyat, seperti pertambangan emas di
Kalimantan, di Rejang Lebong, dan di beberapa tempat lain umumnya didorong oleh
adanya konflik kepentingan untuk berebut sumberdaya tambang yang ada.
Demikian juga
prasangka antara warga asli dengan warga pendatang di daerah-daerah yang
dijadikan pemukiman transmigrasi umumnya karena adanya perebutan sumberdaya
ekonomi yang terbatas.
Pada saat
kerusuhan dan kekerasan antarkelompok, prasangka antara kelompok bertikai
menguat. Semakin besar skala kerusuhan yang terjadi, prasangka yang timbul
cenderung semakin besar.
Prasangka tidak
selalu melahirkan diskriminasi. Apabila prasangka yang ada pada masyarakat
dibiarkan saja tanpa adanya kontrol dari pihak-pihak eksternal seperti
institusi pemerintah, maka prasangka akan melahirkan diskriminasi. Bila
diskriminasi dibiarkan berlanjut tanpa adanya kontrol maka bisa memunculkan
terjadinya ketegangan sosial yang bisa berujung pada terjadinya kerusuhan dan
kekerasan sosial.
TEORI
FRUSTASI-AGRESI
Prasangka bisa
muncul sebagai hasil dari adanya frustrasi (frustration-agression hypothesis),
ketika pencapaian tujuan mungkin dihalangi pihak lain. Seseorang yang dalam
mencapai tujuan dihalangi pihak lain ini akan cenderung berprasangka terhadap
pihak-pihak yang dianggap menghalangi itu.
Ketika
seseorang merasa tidak akan mencapai sesuatu, ia tidak ingin tampak sebagai
orang gagal karena kegagalan membuat harga dirinya terancam. Maka ia akan
berprasangka pada orang-orang atau kelompok lain agar harga dirinya tidak
terancam.
Frustrasi
menimbulkan agresi meski tidak selalu berbentuk agresi terbuka (Berkowitz,
1995). Tetapi kadang ketika sumber frustrasi tidak mungkin menjadi sasaran
agresi maka agresinya dialihkan kepada pihak lain. Pengalihan agresi ini biasa
dikenal sebagai pengkambinghitaman yang merupakan bentuk dari prasangka.
Sasaran pengkambinghitaman adalah kelompok-kelompok yang subordinat dan lemah /
kelompok minoritas.
TEORI BELAJAR
SOSIAL
Prasangka dapat
diwariskan dari generasi ke generasi melalui proses sosialisasi. Apabila suatu
keluarga memiliki prasangka yang tinggi terhadap kelompok lain, maka akan
cenderung ditanamkan pada anak-anak dalam keluarga itu melalui idiom-idiom
bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.
Stereotip dan
juga prasangka dapat diwariskan dari generasi ke generasi melalui bahasa tanpa
pernah ada kontak dengan tujuan/objek stereotip dan prasangka. Keadaan ini
membuat kecenderungan kuat bahwa orangtua yang berprasangka akan melahirkan
anak-anak berprasangka.
Anak-anak
belajar melalui identifikasi/ imitasi, atau melalui pembiasaan. Apa yang
dilakukan orangtua, anggota keluarga lain dan semua yang dilihat anak-anak akan
ditiru.
Media massa juga
merupakan alat dalam belajar sosial yang penting. Banyak pengetahuan mengenai
kelompok lain diperoleh melalui berita-berita di media massa. Akibatnya opini
yang terbentuk mengenai kelompok lain tegantung pada isi pemberitaan media
massa.
Misalnya bila
kelompok tertentu dalam berita diposisikan sebagai ekstremis, suka kekerasan,
dan teroris maka prasangka terhadap kelompok itu di masyarakat akan menguat
Komentar
Posting Komentar