Langsung ke konten utama

KOMUNIKASI BERWAWASAN GENDER

  KOMUNIKASI BERWAWASAN GENDER

Ari Yusmindarsih, M.I. KOM.


Robin Lakoff (dalam Griffin, 2003) mengklasifikasikan keberaturan pembicaraan perempuan, dan membedakan antara woman talk dari man talk.

Ia mengklaim bahwa percakapan perempuan mempunyai karakter sebagai berikut:

- Ditandai apologis.

- Pernyataan tidak langsung.

- Pertanyaan yang minta persetujuan

- Mengkualifikasikan.

- Perintah yang sopan.

- Menggunakan istilah color.

- Cenderung menghindari bahasa vulgar.

- Sedikit berbicara, banyak mendengarkan.


BAHASA PRIA VS BAHASA WANITA

Bahasa Wanita:

- Mengenal lebih banyak warna

- Lazm menggunakan kata-kata sifat: cute, sweet, adorable

- Mengandung ekor tanya: Sarah is here, isn’t she? Dibanding “Is Sarah here?” atau pertanyaan yang diakhiri dengan OK? Right? --> kurang percaya diri

- Menggunakan lebih banyak pertanyaan untuk strategi pemeliharaan percakapan

- Memulai pembicaraan dengan menyetujui pembicara sebelumnya:”Saya setuju dengan Mr. Marx..”

- Menata pembicaraan secara kooperatif ([pembicaraan hubungan)

Bahasa Pria:

- Mengubah topik secara tiba-tiba

- Menata pembicaraan secara kompetitif (pembicaraan laporan)

- Informatif

Bukan pada persoalan bahasa pria lebih baik dari bahasa wanita. Faktor sosial dan ekonomi mendorong kita menggunakan bahasa yang sesuai dengan peran kita. Yang diperlukan adalah keluwesan menggunakan bahasa.

Griffin (2003) menemukan 3 pola perbedaan antara perempuan dan laki-laki sebagai berikut:

a) ada lebih banyak persamaan antara laki-laki dan perempuan dari pada perbedaannya.

b) ada variabilitas yang besar berkenaan gaya komunikasi antara laki dan perempuan. Feminis vs maskulinitas.

c) sex adalah fakta, gender sebagai gagasan.


GENDERLECT STYLES (dari Deborah Tannen) -

Deborah Tannent mendiskripsikan ketidakmengertian (misunderstanding) antara laki-laki dan perempuan berkenaan dengan fakta bahwa fokus pembicaraan perempuan adalah koneksitas, sementara laki-laki pada pelayanan status dan kemandiriannya.

Tanent meyakini bahwa terdapat gap antara laki-laki dan perempuan, dikarenakan masing-masing berada pada posisi lintas budaya (cross culture), untuk itu perlu mengantisipasi berkenaan dengan gap itu.

Kegagalan mengamati perbedaan gaya bercakap dapat membawa masalah yang besar.

Perbedaan-perbedaan itu terletak pada:

· Kecenderungan feminis versus maskulin, hal ini harus dipandang sebagai dua dialek yang berbeda: antara superior dan inverior dalam pembicaraan.

Komunitas feminis – untuk membangun relationship; menunjukkan responsif. Komunitas maskulin – menyelesaikan tugas; menyatakan diri; mendapatkan kekuasaan.

· Perempuan berhasrat pada koneksi versus laki-laki berhasrat untuk status. Koneksi berhubungan erat dengan kedekatan, status berhubungan erat dengan kekuasaan (power).

Raport talk versus report talk. Perbedaan budaya linguistik berperan dalam menstruktur kontak verbal antara laki-laki & perempuan.

Raport talk adalah istilah yang digunakan untuk menilai obrolan perempuan yang cenderung terkesan simpatik. Report talk adalah istilah yang digunakan menilai obrolan laki-laki yang cenderung apa adanya.

Temuan Tanent:

a. Publik speaking versus private speaking. Perempuan lebih banyak bicara pada pembicaraan pribadi. Laki-laki lebih banyak terlibat pembicaraan publik, menggunakan pembicaraan sebagai pernyataan fungsi perintah; menyampaikan informasi; meminta persetujuan.

b. Telling story. Cerita-cerita menggambarkan harapan-harapan, kebutuhan-kebutuhan, dan nilai-nilai si pencerita. Laki-laki lebih banyak bercerita dibanding perempuan-khususnya tentang guyonan. Cerita guyonan merupakan suatu cara maskulin menegoisasikan status.

c. Listening. Perempuan cenderung menjaga pandangan, sering manggut, berguman sebagai penanda ia mendengarkan & menyatakan kebersamaannya. Laki-laki berusaha mengaburkan kesan itu- sebagai upaya menjaga statusnya.

d. Asking questions. ketika ingin bicara untuk menyela pembicara, perempuan terlebih dahulu mengungkapkan persetujuan. Tanent menyebutnya sebagai kooperatif-sebuah tanda raport simpatik daripada kompetitif. Pada laki-laki, interupsi dipandang oleh Tanent sebagai power-kekuasaan untuk mengendalikan pembicaraan. Pertanyaan dipakai perempuan untuk memantapkan hubungan, untuk memperhalus ketidaksetujuan dengan pembicara, sedangkan laki-laki memakai kesempatan bertanya sebagai upaya untuk menjadikan pembicara jadi lemah.

. Conflict. Perempuan memandang konflik sebagai ancaman dan perlu dihindari. Laki-laki biasanya memulai konflik namun kurang suka memeliharanya.


- STANDPOINT THEORY (dari Sandra Harding dan Julia Wood

Sandra harding & Julia Wood sepakat bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai perspektif terpisah, dan mereka tidak memandangnya sebagai sesuatu yang setara. Perempuan dan minoritas lainnya mempersepsi dunia secara berbeda daripada kelompok yang berkuasa.

Standpoint merupakan tempat dari mana melihat pemandangan dunia, apapun sudut pandangnya. Sinonim dari istilah ini adalah perspektif; view point, out look; dsb.

Dasar filosopi teori ini adalah perjuangan klas- seperti filsafati kaum proletar karya Karl Marx dan Friederich Engels. Harus ada perjuangan terhadap diskriminasi gender. Mereka tidak mencirikan perbedaan gender pada insting atau biologis atau intuisi, tetapi perbedaan itu sebagai hasil harapan-harapan budaya dan perlakuan kelompok dalam hal menerima kelompok yang lain.

Budaya tidak dialami secara identik, budaya adalah aturan hirarkhi sehingga kelompok yang punya posisi cenderung menawarkan kekuasaan, kesempatan pada anggota-anggotanya.

Perempuan terposisikan pada hirarkhi yang rendah dibanding posisi laki-laki.

Gender adalah sistem makna, sudut pandang melalui posisi kebanyakan laki-laki dan perempuan dipisahkan secara lingkungan, material, simbolis.


 - MUTED GROUP THEORY (dari Cheris Kramarae) -

Kramarae memandang pembicaraan laki-laki dan perempuan sebagai pertukaran yang tidak setara, antara mereka yang mempunyai kekuasaan di masyarakat dan yang tidak.

Kata dalam bahasa dan norma-norma telah dikendalikan laki-laki.

Cheris Kramarae (dalam Sendjaja:1994) mengemukakan asumsi-asumsi dasar dari teori ini sebagai berikut:

 - Perempuan menanggapi dunia secara berbeda dari laki-laki karena pengalaman dan aktivitasnya berbeda yang berakar pada pembagian kerja.

 - Karena dominasi politiknya, sistem persepsi laki-laki menjadi lebih dominan, menghambat ekspresi bebas bagi pemikiran alternatif perempuan.

 - Untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, perempuan harus mengubah perspektif mereka ke dalam sistem ekspresi yang dapat diterima laki-laki.

Kramarae mengemukakan sejumlah hipotesis mengenai komunikasi perempuan berdasarkan beberapa temuan penelitian.

a) Perempuan lebih banyak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri dibanding laki-laki.

b) Perempuan lebih mudah memahami makna laki-laki daripada laki-laki memahami makna perempuan.

c) Perempuan telah menciptakan cara-cara ekspresinya sendiri di luar sistem laki-laki yang dominan.

d) Perempuan cenderung untuk mengekspresikan lebih banyak ketidakpuasan tentang komunikasi dibanding laki-laki.

e) Perempuan seringkali berusaha untuk mengubah aturan-aturan komunikasi yang dominan dalam rangka menghindari atau menentang aturan-aturan konvensional.

f) Secara tradisional perempuan kurang menghasilkan kata-kata baru yang populer dalam masyarakat luas; konsekuensinya, mereka merasa tidak dianggap memiliki kontribusi terhadap bahasa.

g) Perempuan memiliki konsepsi humoris yang berbeda dari pada laki-laki.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PARADIGMA DAKWAH (Tabligh, Pengembangan Masyarakat, Harakah, Kultural)

PARADIGMA DAKWAH I Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah: Filsafat Dakwah Dosen Pengampu: Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I     Disusun oleh:   Atmimlana Nurrona                (1940210113) Siti Karlina                               (1940210116)     PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM INSTITUT AGAMA NEGERI KUDUS 2020   KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PARADIGMA DAKWAH 1” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I. pada bidang studi Filsafat Dakwah. Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca juga penulis. Penulis mengucapkan terimaksih kepada Bapak Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I. yang telah memberikan tugas ini sehingga

Media dan Masyarakat: Media Panas Dingin, Teori Agenda Setting

- Media dan Masyarakat: Media Panas Dingin, Teori Agenda Setting – Ari Yusmindarsih, M.I, KOM.   MEDIA PANAS DAN DINGIN McLuhan membagi media menjadi dua jenis yaitu 'media panas' (hot media) serta 'media dingin' (cool media). Media panas adalah media yang tidak menuntut perhatian besar dari pendengar, pembaca atau penonton (audien) media bersangkutan. Dalam menggunakan media ini audien tidak dituntut untuk mnggunakan daya imajinasinya, atau dengan kata lain sangat sedikit sekali daya imajinasi yang dibutuhkan. Partisipasi audien dalam media panas sangatlah rendah karena makna dari informasi yang diterima audien sudah sangat lengkap dan jelas. Media panas memberikan audien apa yang dibutuhkannya --dalam hal ini, hiburan. FILM Ketika menonton film di bioskop, kita hanya duduk, menonton film, sambil makan atau minum, tidak ada upaya keras untuk menerima dan memahami informasi dari media itu. Media dingin adalah media definisi rendah, membutuhkan partis

Teori Penetrasi Sosial

TEORI PENETRASI SOSIAL Teori ini berkaitan dengan bagaimana kita mengetahui atau mengenal orang lain dengan cara “masuk ke dalam” (penetrating) diri orang bersangkutan   lapisan dalam bola itu adalah hal-hal yang tidak tampak dari luar, sedangkan lapisan luar bola adalah hal-hal permukaan yang orang lihat tentang kita secara fisik akan terlihat seperti itu untuk mengetahui jati diri orang maka kita harus masuk ke dalam bola, untuk lebih tahu apa isi sesungguhnya di dalam bola tersebut. “Bola diri” seseorang memiliki 2 aspek: aspek “keluasan” (breadth) dan aspek “kedalaman” (depth). Kita dapat mengetahui berbagai jenis informasi tentang orang lain/ mungkin mendapat informasi detail dan mendalam tentang 1 atau 2 aspek tersebut dengan masuk ke dalam kehidupan orang tersebut. Ketika hubungan di antara 2 individu berkembang, maka mereka akan semakin mendapatkan informasi lebih luas dan dalam. Teori ini dikembangkan oleh Irwin Altman & Dalmas A. Taylor. Mereka memandang bahwa suatu hubun