Langsung ke konten utama

Teori Mengelola Ketidakpastian-Kecemasan dan Teori Negoisasi Wajah

 

Senin, 19/10/2020

 

Teori mengelola ketidakpastian-kecemasan dan Teori Negosiasi Wajah

 

Teori Ketidakpastian Kecemasan atau Anxiety/Uncertainty Management Theory

Anxiety adalah perasaan gelisah, tegang, khawatir atau cemas tentang apa yang akan terjadi.

Uncertainty adalah ketidakmampuan seseorang dalam memprediksi atau menjelaskan perilaku, perasaan, sikap, atau nilai-nilai yang diyakini orang lain.

Anxiety bersifat afektif (berkaitan dengan perasaan); uncertainty bersifat kognitif (berkaitan dengan pikiran).

Anxiety dan uncertainty berkaitan dengan tingkat perbedaan budaya dari “in-group” dengan budaya “the stranger”.

Semakin lebar kesenjangan budaya, maka semakin tinggi anxiety dan uncertainty yang dialami setiap orang.

Gudykunst menggunakan istilah effective communication untuk merujuk pada proses mengurangi kesalahpahaman.

Effective communication terjadi ketika setiap partisipan dapat secara akurat memprediksi dan menjelaskan perilaku masing-masing.

Faktor-faktor yang memengaruhi ketidakpastian dan kecemasan:

~ Motivasi:

Perasaan, kehendak, kebutuhan dan dorongan yang diasosiasikan dengan keterlibatan dalam komunikasi.

Jika ketidakpastian dan kecemasan tinggi, maka seseorang akan mempunyai motivasi negatif yang pada gilirannya akan menghindari interaksi dengan orang lain.

~ Pengetahuan:

Pemahaman terhadap informasi yang diperlukan (informasi tentang orang lain, aturan-aturan komunikasi dan harapan-harapan normatif yang mengatur interaksi dengan orang dari budaya lain.

~ Kecakapan:

Perilaku yang dirasakan efektif dalam konteks komunikasi budaya

Motivasi, pengetahuan, dan kecakapan dikenal sebagai kompetensi komunikasi antarbudaya.

Kecakapan dibutuhkan satu pihak untuk berkomunikasi dengan pihak lain yang berbeda latar belakang budaya.

William Howell, menguraikan 4 tataran kompetensi:

Unconscious incompetence:

Seseorang keliru menginterpretasikan perilaku orang lain dan tidak menyadari apa yang sedang dilakukan.

Conscious incompetence:

Seseorang tahu bahwa ia salah menginterpretasikan perilaku orang lain, tetapi tidak melakukan sesuatu.

Conscious competence:

Seseorang berpikir tentang kecakapan komunikasinya dan secara terus menerus berusaha melakukan sesuatu supaya menjadi lebih efektif.

Unconscious competence:

Seseorang telah mengembangkan kecakapan komunikasinya untuk menunjukkan bahwa ia selalu berpikir tentang bagaimana berbicara atau mendengarkan


Teori Negosiasi Wajah/Face Negotiation Theory

Diungkapkan oleh Stella Ting-Toomey.

Orang dari budaya kolektivistik/ konteks-tinggi dan orang dari budaya individualistik/ konteks-rendah berbeda dalam cara mengelola face.

Face: metaphor citra diri publik kita, cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita.

Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu negotiating face. Face work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan muka terhormat.

Identitas kita dapat dipertanyakan, kecemasan dan ketidakpastian digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak berdaya/ harus terima.

Face work orang-orang dari budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis.

Ketika face work adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam

Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut:

  •  Avoiding (penghindaran) – saya akan menghindari diskusi perbedaan-perbedaan saya dengan anggota kelompok.
  •  Obliging (keharusan) – saya akan menyerahkan pada kebijakan anggota kelompok.
  • Compromising – saya akan menggunakan memberi dan menerima sedemikian sehingga suatu kompromi bisa dibuat.
  •   Dominating – saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendak-ku.
  •  Integrating – saya akan menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama

Manajemen konflik yang lain:

·         Emotional expression: pengungkapan perasaan.

·         Passive aggressive: ketidaksukaan/kemarahan, penundaan.

·         Third-party help: bantuan mediator atau pihak netral



 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PARADIGMA DAKWAH (Tabligh, Pengembangan Masyarakat, Harakah, Kultural)

PARADIGMA DAKWAH I Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah: Filsafat Dakwah Dosen Pengampu: Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I     Disusun oleh:   Atmimlana Nurrona                (1940210113) Siti Karlina                               (1940210116)     PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM INSTITUT AGAMA NEGERI KUDUS 2020   KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PARADIGMA DAKWAH 1” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I. pada bidang studi Filsafat Dakwah. Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca juga penulis. Penulis mengucapkan terimaksih kepada Bapak Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I. yang telah memberikan tugas ini sehingga

Media dan Masyarakat: Media Panas Dingin, Teori Agenda Setting

- Media dan Masyarakat: Media Panas Dingin, Teori Agenda Setting – Ari Yusmindarsih, M.I, KOM.   MEDIA PANAS DAN DINGIN McLuhan membagi media menjadi dua jenis yaitu 'media panas' (hot media) serta 'media dingin' (cool media). Media panas adalah media yang tidak menuntut perhatian besar dari pendengar, pembaca atau penonton (audien) media bersangkutan. Dalam menggunakan media ini audien tidak dituntut untuk mnggunakan daya imajinasinya, atau dengan kata lain sangat sedikit sekali daya imajinasi yang dibutuhkan. Partisipasi audien dalam media panas sangatlah rendah karena makna dari informasi yang diterima audien sudah sangat lengkap dan jelas. Media panas memberikan audien apa yang dibutuhkannya --dalam hal ini, hiburan. FILM Ketika menonton film di bioskop, kita hanya duduk, menonton film, sambil makan atau minum, tidak ada upaya keras untuk menerima dan memahami informasi dari media itu. Media dingin adalah media definisi rendah, membutuhkan partis

Teori Penetrasi Sosial

TEORI PENETRASI SOSIAL Teori ini berkaitan dengan bagaimana kita mengetahui atau mengenal orang lain dengan cara “masuk ke dalam” (penetrating) diri orang bersangkutan   lapisan dalam bola itu adalah hal-hal yang tidak tampak dari luar, sedangkan lapisan luar bola adalah hal-hal permukaan yang orang lihat tentang kita secara fisik akan terlihat seperti itu untuk mengetahui jati diri orang maka kita harus masuk ke dalam bola, untuk lebih tahu apa isi sesungguhnya di dalam bola tersebut. “Bola diri” seseorang memiliki 2 aspek: aspek “keluasan” (breadth) dan aspek “kedalaman” (depth). Kita dapat mengetahui berbagai jenis informasi tentang orang lain/ mungkin mendapat informasi detail dan mendalam tentang 1 atau 2 aspek tersebut dengan masuk ke dalam kehidupan orang tersebut. Ketika hubungan di antara 2 individu berkembang, maka mereka akan semakin mendapatkan informasi lebih luas dan dalam. Teori ini dikembangkan oleh Irwin Altman & Dalmas A. Taylor. Mereka memandang bahwa suatu hubun