Langsung ke konten utama

KALIMAT EFEKTIF FRASA DAN KLAUSA

KALIMAT EFEKTIF

(FRASA DAN KLAUSA)


Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Setyoningsih, S.Pd, M.Pd




Nama Kelompok :

1.      Sri Rizky Norsafinas               (1940210110)

2.      Siti Nur Haniza                       (1940210128)

3.      Atmimlana Nurrona                (1940210113)

 

 


PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

TAHUN AKADEMIK 2020


 

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Kalimat Efektif (Frasa dan Klausa)”.

Adapaun penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang Kelas Kata Adjektiva dan Nomina bagi para pembaca maupun bagi penulis. Saya ucapkan terima kasih kepada :

1.      Bapak Dr. H. Mundakir, M.Ag, selaku Rektor IAIN Kudus

2.      Bapak Dr. Masturin, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam

3.      Ibu Setyoningsih, S.Pd, M.Pd  selaku Dosen Mata Kuliah Bahasa Indonesia

4.      Dan teman-teman yang selalu mendukung kami.

Kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik, saran dan masukkan kami harapkan untuk makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

 

 

 

Kudus, 03 Maret 2020

 

Penyusun

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kajian bahasa terdapat sebuah ilmu bahasa yang berhubungan dengan frasa, klausa dan kalimat yaitu sintaksis (Markhamah, 2011: 7). Ilmu bahasa saat ini didapati perkembangan-perkembangan yang terjadi atas frasa, klausa. Perkembanagan secara kualitas dan kuantitas dalam hal ini karena bahasa digunakan sebagai alat komunikasi lisan dan sebagai alat atau sarana dalam mengungkapkan sesuatu ke dalam bentuk tulisan atau bisa disebut dengan bahasa tulisan.

Bahasa terucap dalam bentuk lisan atau tuturan sedangkan dalam tulisan bisa dilihat dalam berbagai macam bentuk karya sastra entah itu novel, cerpen, puisi, prosa, dan lain-lain. Kesemuanya merupakan hasil tata bahasa yang merupakan hubungan antara kata atau frasa atau klausa. Lingkup sintasis tidak hanya membicarakan kata, frasa, klausa, tetapi juga kalimat. Karena frasa, klausa dan kalimat adalah satuan bahasa.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Frasa

2.      Apa yang dimaksud dengan Klausa

C.    Tujuan Makalah

1.      Mengetahui tentang Frasa

2.      Mengetahui tentang Klausa

 



BAB II

PEMBAHASAN

A.   Frasa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif (tidak berkaitan dengan predikat). Frasa tidak bisa membentuk kalimat sempurna karena tidak mempunyai predikat.

Berdasarkan jenis atau kelas katanya, frasa dibagi menjadi frasa nomina, frasa verbal, frasa adjektiva, frasa adverbial, frasa pronominal, frasa numeralia, frasa interogatif koordinatif, frasa demonstrative koordinatif, dan frasa preposisional koordinatif.[1]

Ciri-ciri Frasa

Frasa berbeda dengan klausa atau pun kalimat. Berikut adalah beberapa ciri suatu frasa:

·         Terdiri dari dua kata atau lebih

·         Bersifat nonpredikatif

·         Menduduki atau mempunyai fungsi gramatikal dalam kalimat

Frasa Nomina

Frasa Nomina dibentuk dari sebuah kata benda dan juga dapat digunakan untuk menggantikan sebuah kata benda. Jenis frasa ini terbagi lagi menjadi tiga jenis yaitu frasa nomina modikatif, frasa yang sebagian kata tidak sama dengan kata lainnya dan berperan sebagai keterangan tambahan atau pelengkap.[2] Frasa nomina koordinatif, frasa yang keseluruhan gabungan kata tersebut berperan sebagai unsur inti yang memiliki fungsi kentara. Frasa nomina apositif, frasa yang sebagian dari gabungan kata tersebut berperan sebagai pengganti unsur inti.

Contoh:

1.      Frasa Nomina Modikatif: hari rabu, tubuh mungil, bulan pertama, jam tangan.

Contoh kalimat: Bagi seorang pecinta olah raga sepeda yang sering berpindah tempat tinggal, sepeda lipat dapat menjadi pilihan alternative yang tepat sebagai pengganti sepeda biasa.

2.      Frasa Nomina Koordinatif (tidak saling menerangkan): dunia akhirat, sandang pangan, hak dan kewajiban.

Contoh kalimat: Hiduplah dengan baik dan benar, agar selamat dunia akhirat.

3.      Frasa Nomina Apositif (digunakan untuk menambah keterangan subjek) :Burung Cendrawasih burung langka dari Irian.

Contoh kalimat: Jepang, Negeri Matahari terbit, bukan hanya terkenal dengan keindahan bunga sakuranya saja, tetapi juga terkenal dengan Negara sejuta stasiun.

 

Frasa Verbal

Frasa Verbal dibentuk dari sebuah kata dan sebagai pengganti kata kerja dalam suatu kalimat. Jenis frasa ini dibagi menjadi tiga jenis yaitu Frasa Verbal Modikatif, adalah frasa yang berupa kata kerja yang diikuti oleh kata sifat baik di depan ataupun dibelakang. Frasa Verbal Koordinatif, jenis frasa yang menggabungkan dua kata kerja dengan kata hubung dan atau atau. Frasa Verbal Apositif, frasa yang ditempatkan sebagai keterangan tambahan atau selipan.

Contoh:

1.      Frasa Verbal Modikatif: bekerja keras (keras merupakan kata sifat yang menjadi pembatas dibelakang kata kerja, yaitu bekerja).

Contoh kalimat: Ayah membelai lembut pipi Ibu

2.      Frasa Verbal Koordinatif: membaca atau menulis.

Contoh kalimat: Arina masih memikirkan dan merenungkan keputusannya.

3.      Frasa Verbal Apositif (digunakan untuk menambah keterangan subjek): Aceh tempat dulu aku merantau kini terkena badai Tsunami

Contoh kalimat: Rumah kita tempat bernaung dari panas dan hujan telah resmi dijual.

FrasaAdjektiva

Frasa Adjektiva dibentuk dari sebuah kata sifat dengan menambahkan kata keterangan. Misalnya (agak, paling, sangat, harus) jenis frasa ini dibagi menjadi tiga jenis yaitu Frasa Adjektiva Modifikatif, Frasa Adjektiva Koordinatif, Frasa adjektiva Apositif.

Contoh:

1.      Frasa Adjektiva Modifikatif (membatasi): gadis kecil, topi hitam.

2.      Frasa Adjektiva Koordinatif (menggabungkan): aman, damai, tentram.

3.      Frasa Adjektiva Apositif: Yunia cantik, ayu menawan, dilamar oleh seorang duda muda.

Frasa Adverbial

Frasa  Adverbial dibentuk dari kata keterangan sifat.Jenis frasa ini dibagi menjadi Frasa Adverbial modifikatif dan Frasa Adverbial Koordinatiif.

Contoh:

1.      Kurang tinggi

2.      Lebih cantik

3.      Hampir baik

 

Frasa Pronominal

Frasa Pronominal dibentuk dari kata ganti.Jenis frasa ini dibagi menjadi tiga jenis yaitu Frasa Pronominal Modifikatif, Frasa Pronominal Koordinatif, Frasa Pronominal Apositif.

Contoh:

1.      Frasa Pronominal Modifikatif (membatasi): andasekalian, merekaberdua

2.      Frasa Pronominal Koordinatif: akudandia

3.      Frasa Pronominal apositif: Kami, muda-mudi Indonesia, memilih untuk menjaga persatuan dan kesatuan.

 

Frasa Numeralia

yaitu frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori numeralia, yaitu kata-kata yang secara semantis menyatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.

Contoh :

·           Dua buah

·           Tiga ekor

·           Lima biji

·           Dua puluh lima orang

Contoh lain frasa numeralia yaitu dua kata atau lebih yang hanya menduduki satu fungsi dalam kalimat, tetapi satuan gramatik itu intinya pada numeralia. Misalnya :

·           Tiga buah rumah sedang terbakar

·           Lima ekor ayam sedang terbang

·           Sepuluh bungkus kue akan dibeli

1.      Frasa Interogativa Koordinatif

Frasa interogativa koordinatif ialah frasa yang berintikan pada kata tanya.

Contoh :

a.       Jawaban dari apa atau siapa ciri dari kalimat.

b.      Jawaban dari mengapa atau bagaimana merupakan pertanda jawaban predikat.

 

2.      Frasa Demonstrativ Koordinatif

Frasa demondtrativ koordinatif ialah frasa yang dibentuk oleh dua kata yang tidak saling menerangkan.

Contoh :

a.       Saya tinggal disana atau sini sama saja.

b.      Kami pergi kemari atan kesana tidak masalah.

 

3.      Frasa Preposisional Koordinatif

Frasa preposisional koordinatif ialah frasa yang dibentuk oleh kata depan yang tidak saling menerangkan.

Contoh :

a.       Pertualangan kami dari kampung ke kota memerlukan waktu satu bulan.

b.      Perpustakaan ini dari, oleh, dan untuk masyarakat.

 

B.  Klausa

Klausa adalah kelompok kata yang berpotensi menjadi kalimat. Dalam kalimat majemuk setara (koordinatif) setiap klausa mempunyai kedudukan yang sama. Kalimat majemuk koordinatif dibangun dengan dua klausa atau lebih yang tidak saling menerangkan. Sedangkan, kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Berdasarkan sifat hubungan klausa-klausa didalam kalimat tersebut, kalimat majemuk dibedakan menjadi majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran (Keraf,2000 9(dalam Ida Bagus Putrayasa,2009).

 

1.      Klausa Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara adalah gabungan beberapa kalimat tunggal menjadi sebuah kalimat yang lebih besar, dan tiap-tiap kalimat tunggal yang digabungkan itu tidak kehilangan unsur-unsurnya (Putrayasa, Ida Bagus, 2009).

Adik menari dan kakak menyanyi.

  S        P      kon    S          P

Adik menari : klausa atasan

Kakak menyanyi : klausa atasan

Klausa adik menari dan kakak menyanyi tidak dapat diganti dengan klausa yang lain. Tarmini (2010 : 85) menggambarkan bagan kedudukan klausa dalam kalimat majemuk setara sebagai berikut.

Klausa-klausa secara eksplisit dihubungkan oleh konjungsi koodinatif seperti dan, atau, tetapi, dan lalu. Konjungsi koordinatif digunakan untuk menghubungkan klausa yang kedudukannya sama (Tarmini, 2010:85)

2.      Klausa Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat tunggal dibentuk menjadi sebuah kalimat, dan kalau kalimat bentukan ini digabungkan dengan sisa kalimat sumbernya, maka akan terbentuklah kalimat majemuk bertingkat (Putrayasa, Ida Bagus : 2009).

Contoh : Ayah pergi bekerja sebelum ibu pergi ke pasar.

S        P      Pel       Konj      S     P      Ket.

Ayah pergi bekerja = Klausa Atasan.

Sebelum = Kon Ket.

Sebelum ibu pergi ke pasar = Klausa Bawahan.

Klausa ayah pergi ke kantor tidak sama dengan klausa ibu pergi ke pasar. Klausa pertama tidak bisa digantikan oleh klausa lain, sedangkan klausa kedua bisa digantikan dengan kata tadi pagi atau kata yang lainnya. Dengan demikian, kalimat tersebut dapat diubah menjadi Ayah pergi ke kantor tadi pagi. 

Klausa-klausa dalam kalimat majemuk bertingkat dihubungkan oleh konjungsi subordinatif seperti kalau, ketika, meskipun, dan karena. Konjungsi subordinatif digunakan utuk menghubungkan klausa yang kedudukannya tidak sama.

Contoh :  Kalau nenek pergi, kakek pun pergi.

Namun, hubungan tersebut bisa juga dilakukan secara implisit; tanpa menggunakan konjungsi.

Hubungan antar klausa dalam kalimat majemuk bertingkat dapat berupa hubungan waktu, hubungan syarat, hubungan tujuan, hubungan konsesif, hubungan perbandingan, hubungan penyebaban, hubungan akibat, dan hubungan cara (Moelino dan Dardjowidjojo, ed. 2003: 317-329).

3.      Kalimat Majemuk Campuran

Kalimat majemuk campuran adalah kalimat yang terdiri atas sebuah pola atasan dan sekurang-kurangnya dua pola bawahan, atau sekurang-kurangnya dua pola atasan dan satu atau lebih pola bawahan (Ida Bagus Putrayasa, 2009). Seperti :

a.       Satu pola atasan dan dua pola bawahan

Mahasiswa jurusan FKIP telah menyelenggarakan cerdas cermat bahasa indonesia, yang diikuti oleh para siswa SMA, serta dihadiri juga oleh para guru mereka.

b.      Dua pola atasan dan satu pola bawahan

Kepala sekolah menyerahkan hadiah itu dan meminta agar kami terus menyimpannya pada tempat yang sama, yang telah disediakan oleh pegawai.



 

DAFTAR PUSTAKA

 

Hs Widjono., BahasaIndonesia(Jakarta:PT Grasindo,2005)

Sri Satriya, Seri Penyuluhan Bangsa Indonesia (2015)

Putrayasa Ida Bagus, 2009).

 



[1]Widjono Hs., Bahasa Indonesia (Jakarta:PT Grasindo,2005), hal. 129

[2] Satriya Sri, Seri Penyuluhan Bangsa Indonesia (2015), hal. 6-8


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PARADIGMA DAKWAH (Tabligh, Pengembangan Masyarakat, Harakah, Kultural)

PARADIGMA DAKWAH I Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah: Filsafat Dakwah Dosen Pengampu: Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I     Disusun oleh:   Atmimlana Nurrona                (1940210113) Siti Karlina                               (1940210116)     PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM INSTITUT AGAMA NEGERI KUDUS 2020   KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PARADIGMA DAKWAH 1” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I. pada bidang studi Filsafat Dakwah. Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca juga penulis. Penulis mengucapkan terimaksih kepada Bapak Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I. yang telah memberikan tugas ini sehingga

Media dan Masyarakat: Media Panas Dingin, Teori Agenda Setting

- Media dan Masyarakat: Media Panas Dingin, Teori Agenda Setting – Ari Yusmindarsih, M.I, KOM.   MEDIA PANAS DAN DINGIN McLuhan membagi media menjadi dua jenis yaitu 'media panas' (hot media) serta 'media dingin' (cool media). Media panas adalah media yang tidak menuntut perhatian besar dari pendengar, pembaca atau penonton (audien) media bersangkutan. Dalam menggunakan media ini audien tidak dituntut untuk mnggunakan daya imajinasinya, atau dengan kata lain sangat sedikit sekali daya imajinasi yang dibutuhkan. Partisipasi audien dalam media panas sangatlah rendah karena makna dari informasi yang diterima audien sudah sangat lengkap dan jelas. Media panas memberikan audien apa yang dibutuhkannya --dalam hal ini, hiburan. FILM Ketika menonton film di bioskop, kita hanya duduk, menonton film, sambil makan atau minum, tidak ada upaya keras untuk menerima dan memahami informasi dari media itu. Media dingin adalah media definisi rendah, membutuhkan partis

Teori Penetrasi Sosial

TEORI PENETRASI SOSIAL Teori ini berkaitan dengan bagaimana kita mengetahui atau mengenal orang lain dengan cara “masuk ke dalam” (penetrating) diri orang bersangkutan   lapisan dalam bola itu adalah hal-hal yang tidak tampak dari luar, sedangkan lapisan luar bola adalah hal-hal permukaan yang orang lihat tentang kita secara fisik akan terlihat seperti itu untuk mengetahui jati diri orang maka kita harus masuk ke dalam bola, untuk lebih tahu apa isi sesungguhnya di dalam bola tersebut. “Bola diri” seseorang memiliki 2 aspek: aspek “keluasan” (breadth) dan aspek “kedalaman” (depth). Kita dapat mengetahui berbagai jenis informasi tentang orang lain/ mungkin mendapat informasi detail dan mendalam tentang 1 atau 2 aspek tersebut dengan masuk ke dalam kehidupan orang tersebut. Ketika hubungan di antara 2 individu berkembang, maka mereka akan semakin mendapatkan informasi lebih luas dan dalam. Teori ini dikembangkan oleh Irwin Altman & Dalmas A. Taylor. Mereka memandang bahwa suatu hubun